SLEMAN – Musim kemarau bukan hanya berdampak pada lahan pertanian. Juga mengancam bisnis ikan air tawar. Selain pasokan air menurun, suplai oksigen pada air juga minim. Sehingga risiko ikan mati menjadi besar.
‘’Kalau pas kemarau, sangat berpengaruh terhadap budidaya ikan air tawar,” kata anggota Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Sayur, Warak Lor, Sumberadi, Mlati, Sarjiyanto, 43, ditemui di kolam ikan kelompoknya Jumat (2/8).
Saat kemarau, selain pasokan air berkurang, suhu air juga dingin. Akibatnya, nafsu makan ikan berkurang. Sebab, ikan termasuk hewan berdarah dingin, sehingga saat siang energi ikan hanya digunakan untuk menstabilkan metabolisme tubuh. “Makan sulit, jadi ikan tidak cepat besar,” jelas Sarjiyanto.
Dikatakan, saat kemarau untuk panen ikan juga mengalami kemunduran jadwal. Biasanya empat bulan ikan nila konsumsi bisa dipanen. Saat kemarau, baru pada usia lima bulan baru bisa dipanen.
Dari sekitar 50 kolam yang ada, sudah lebih dari 10 kolam yang tidak ditaburi benih ikan. Dan dibiarkan kosong. Jenis ikannya pun juga hanya nila dan bawal.
“Yang mudah perawatan dan menjualnya (nila dan bawal). Setiap malam saya cek untuk memastikan airnya mencukupi,” ujar Sarjiyanto.
Omzet yang diterima Sarjiyanto pun semakin menurun. Dalam satu hari, dia bisa mendapatkan untung hingga Rp 3 juta. Saat ini hanya Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu untuk ikan konsumsi dan bibit.
Kesulitan air juga dirasakan pembudidaya ikan, Panggih, 40, warga Dusun Bokesan, Sundumartani, Ngemplak. Biasanya 15 kolam ikan baik untuk pembenihan atau konsumsi, saat ini tersisa 13 kolam saja.
Tak menutup kemungkinan hingga akhir musim kemarau nanti tinggal tersisa lima hingga tujuh kolam saja. “Mulai terasa berkurangnya debit air sejak April 2019. Kalau dipaksakan tetap produksi, justru merugi,” ujar Panggih.
Berkurangnya debit air memengaruhi produksi larva. Untuk pembenihan juga otomatis terkena dampak. Mengantisipasi kerugian, dia memilih mengurangi tingkat kepadatan ikan. Biasanya untuk kolam ikan berukuran 700 meter persegi bisa diisi hingga 70 ribu ekor ikan. Saat ini hanya diisi hingga 50 ribu ekor.
“Kalau dipaksakan diisi dengan jumlah yang sama padahal airnya kurang, ikan mudah mati. Karena kekurangan oksigen,” jelas Panggih yang merupakan pembudidaya ikan nila merah dan lele ini.
Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman Sri Purwaningsih mengatakan di Sleman terdapat 637 Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI). Dengan luas lahan kolam 1.130 hektare dan 108 hektare luas lahan minapadi.
“Produksi biasanya memang paling banyak waktu musim penghujan. Waktu musim kemarau tetap ada, tapi tidak banyak,” ujar Purwaningsih.
Dia menjelaskan, salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ikan saat kemarau, khususnya ikan nila, yakni melalui Sistem Budidaya Ikan Nila dengan Sentuhan Teknologi Kincir Air (Sibudidikucir). Saat ini sudah banyak pembudidaya ikan nila yang mengadopsi sistem tersebut.
“Apalagi pada musim kemarau yang debit air itu tergolong kecil, teknologi Sibudidikucir dapat meningkatkan oksigen di air. Aliran air kecil bisa. Kalau musim penghujan tanpa Sibudidikucir masih bisa jalan. Kalau kemarau, air terbatas,” jelas Purwaningsih.
Selain itu, ada pendampingan kepada kelompok pembudidaya ikan. Mulai hulu sampai hilir. Yaitu dari proses pembenihan, pembesaran, pengolahan, sampai pemasaran.
“Seperti adanya pasar ikan itu untuk membantu, karena kalau hanya budidaya namun tidak mampu untuk menjual ya sama saja,” ujar Purwaningsih. (har/iwa/rg)