KULONPROGO – Tidak hanya tsunami, YIA juga berpotensi terkena bencana likuifaksi (pencairan tanah). Seperti yang pernah terjadi di Palu dan Donggala Sulawesi Selatan. Karena struktur yang digunakan bandara didominasi pasir.

“Likuifaksi dimungkinkan terjadi di Temon. Lokasi YIA. Maka kami melakukan pemadatan dinamis (dynamic compaction). Tujuannya, meningkatkan kepadatan tanah,” kata Direkutr Teknik Angkasa Pura (AP) I Lukman F. Laisa Senin (5/8).

Pemadatan dengan menumbukkan besi seberat 20 ton ke tanah di semua area konstruksi. Metode tersebut dilakukan atas rekomendasi pakar likuifaksi.

Terkait mitigasi bencana tsunami, AP I sudah mendapatkan rekomendasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Ketinggian bandara di atas ketinggian air jika terjadi tsunami.

Jika gempa 8,8 SR maka potensi tsunami mencapai 12 meter. Maka lantai mizani atau lantai untuk kedatangan ketinggiannya 15,5 meter.

Lantai teratas 21,5 meter, aprron 9 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Jika terjadi tsunami fokus penyelamatan manusia. Hitungan BMKG, ada waktu 37 menit sebelum air menyentuh bandara.

β€˜β€™Itu kesempatan untuk menerbangkan pesawat. Dengan kecepatan tsunami diperkirakan 20 kilometer per jam,’’ ujar Lukman.

Masyarakat sekitar disediakan bangunan crisis centre dilengkapi early warning system (EWS). Terkoneksi peringatan dini tsunami dari BMKG.

“Potensi bencana debu vulkanik Merapi juga diantisipasi. Yakni dengan konstrksi atap bandara yang mampu menahan debu vulkanik setebal enam sentimeter,” ujar Lukman.

Direktur Utama PT AP I Faik Fahmi mengatakan mitigasi bencana sudah dilakukan semaksimal mungkin. “Kami menggunakan pakar tsunami dari Jepang,” kata Faik. (tom/iwa/fj)