JOGJA – Para pecinta karya sastra Indonesia pasti sudah menantikan film terbaru besutan sutradara Hanung Bramantyo ini. Ya, Bumi Manusia yang diangkat dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer ini sudah tayang sejak 15 Agustus 2019 di bioskop seluruh Indonesia.
Bumi Manusia merupakan buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pram yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada 1980. Buku ini di tulis Pram ketika masih diasingkan di Pulau Buru bersama ribuan tahanan politik lain karena dicap sebagai komunis.
Film berlatar belakang masa pendudukan Hindia Belanda pada tahun 1898 ini kental dengan kisah perjuangan cinta dua manusia dari keturunan yang berbeda serta perjuangan membela kaum pribumi yang tertindas pada waktu itu.
Sejak proses syuting hingga detik-detik penayangan, nyatanya film ini memang memantik rasa penasaran para penggemar film. Mulai dari pemilihan cast yang banyak diperankan anak-anak muda, jalan cerita yang dianggap tidak sama dengan novelnya, serta keraguan berhasilkah film ini di layar lebar.
”Film ini saya buat lebih cermat dari film-film sebelumnya, ditata dengan serius dengan riset yang benar. Buat saya film ini bisa selesai, bisa dinikmati, dan dianggap tidak mencederai novelnya saja sudah cukup. Jumlah penonton itu bonus,” ungkap Hanung saat ditemui usai Gala Premier bersama sejumlah pemeran film tersebut di XXI Jogjakarta, baru-baru ini.
Hanung mengaku, lewat film ini dia ingin meracuni anak-anak muda untuk mencintai karya sastra baik lewat film maupun buku. Sebab, pada masa Pramoedya menulis dan merilis buku-bukunya, pemerintah tidak mengizinkan karya-karya Pram beredar di masyarakat, bahkan banyak buku hasil tulisannya dibakar.
”Ini perubahan yang luar biasa, sekarang saya ingin tidak ada lagi orang takut menonton film Bumi Manusia atau membaca karya-karya Pak Pram yang lain,” ujar Hanung.
Diperankan oleh Iqbaal Ramadhan sebagai Minke dan Mawar de Jongh sebagai Annelies film ini mengisahkan tentang seorang laki-laki pribumi yang sangat pintar. Dia bersekolah di HBS sekolah khusus orang-orang keturunan Eropa. Ia jatuh cinta kepada Annelies, gadis Indo (campuran) anak seorang nyai bernama Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti).
Pada masa itu seorang ”nyai” dianggap sebagai perempuan yang tidak memiliki norma kesusilaan karena memiliki status sebagai istri simpanan. Nyai juga tidak memiliki hak asasi manusia yang pantas. Layaknya roller coaster, cerita dalam film ini sukses membawa penonton gemas dan haru, pun diselipkan adegan-adegan lucu di dalamnya. Perjuangan cinta Minke dan Annelies cukup dramatis, mereka harus melalui banyak cobaan serta ketakutan tak dilegalkannya pernikahan mereka karena perbedaan keturunan dan strata sosial.
Setelah menikah pun mereka harus menghadapi masalah lain yang membuat mereka berdua harus berpisah. Kesedihan mendalam tergambar pada adegan terakhir film ini.
Film ini juga menampilkan aksi Donny Damara sebagai Ayah Minke, Ayu Laksmi sebagai Ibu Minke, Giorgino Abraham sebagai Robert Mellema, Jerome Kurnia sebagai Robert Suurhof, Bryan Domani sebagai Jan Dapperste alias Panji Darman, Hans de Krakker sebagai Jean Marais, dan lainnya. (ita/ila)