GUNUNGKIDUL – Ratusan warga Padukuhan Seumberan, Desa Tancep, Kecamatan Ngawen menandatangani surat pernyataan menolak penambangan ilegal. Salah satu alasannya, dampak yang ditimbulkan merugikan penduduk.

“Kamis lalu warga sepakat menandatangani surat pernyataan berisi menolak aktifitas penambangan,” kata Kepala Desa Tancep Sunardi saat dihubungi Selasa (19/8).

Diakui, aktivitas tambang di wilayahnya sudah berlangsung sejak lama. Dalam perkembangannya aturan mengenai karangan penambangan mulai disosialisasikan.“Kami melayangkan surat teguran. Surat teguran agar para penambang segera mengurus dokumen perizinan,” ujarnya.

Dalam kasus ini pihaknya hanya bisa melakukan teguran tidak sampai pada penutupan tambang. Merespon keluhan masyarakat terdampak aktivitas tambang batu. Mulai dari akses jalan rusak, pencemaran udara dan ketika musim hujan jalan jadi licin dan ancaman longsor.

Sementara itu Camat Ngawen, Slamet Winarno mengakui, di wilayahnya memang ada lokasi peruntukan tambang dan yang tidak dibolehkan untuk dijadikan area tambang. “Saat ditegur mereka berdalih ada orang-orang penting dibelakang mereka yang dijadikan bemper. Kalau urusan tambang memang wewenangnya provinsi kami hanya melakukan teguran agar mereka mengurus izinnya,” kata Slamet.

Terpisah, Komandan Kodim letkol inf Noppy Laksana Armyanto mengungkapkan ada du lokasi yang diberhentikan sementara karena pertimbangan keselamatan warga. Di wilayah Kecamatan Semin dan di Kecamatan Ngawen. “Kami tidak mau kejadian tanah longsor di Gedangsari pada beberapa bulan lalu terulang lagi,” kata Noppy menjelaskan alasannya menutup tambang.

Disinggung mengenai adanya beking di belakang tambang, pihaknya tidak bergeming. Saat dimintai keterangan oleh tentara, pengelola mengaku keluarga besar dari TNI. Ketika didatangi polisi, mengaku keluarga besar polri. “Yang disebut-sebut bukanlah beking dari pengelola itu hanya disebut saja, dan tidak bisa dipertanggung jawabkan. Setelah ini kami limpahkan ke kepolisisan,” tegasnya. (gun/pra/fj)