Radar Jogja – Memberikan pengalaman internasional bagi para mahasiswa, Biro Kerja Sama dan Relasi Publik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan program yang bertajuk Global Education Experiences (GlobEEs) 2019. Sebanyak 17 mahasiswa dari tiga universitas mengikuti kegiatan yang berlangsung dari 15-27 Agustus 2019. Ketiga universitas yang berperan dalam program ini adalah UKDW Yogyakarta, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, dan Chang Jung Christian University (CJCU) Taiwan.
Menurut Arida Susyetina, SS.,MA., Kepala Biro Kerja Sama dan Relasi Publik UKDW Yogyakarta, program GlobEEs 2019 fokus pada upaya untuk meningkatkan intercultural competences melalui interaksi antara mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang akademik, agama, budaya, dan bangsa. Peserta juga berkesempatan untuk membagikan tidak hanya pengalaman tetapi juga local wisdomdan bersama-sama melayani masyarakat dalam kegiatan community service.
Menurut dia, program ini pertama kali digelar pada 2013. UKDW bergabung pada 2018 di CJCU Taiwan. Tema yang diambil tahun ini adalah “A Taste of Indonesia”. Peserta diajak untuk mengikuti lectures dengan tema budaya, musik, pendidikan, dan arsitektur di Indonesia. “Selain itu mereka juga belajar membatik, memainkan gamelan, mengunjungi pasar tradisional, memasak makanan tradisional, dan mengunjungi sejumlah lokasi wisata budaya termasuk Candi Borobudur dan Prambanan,” tuturnya.
Di UKDW peserta GlobEES 2019 diajak untuk belajar mengenai “Nusantara Architecture” yang disampaikan oleh Dr.-Ing. Gregorius S. Wuryanto, M.Arch, Dosen Perancangan Arsitektur UKDW Yogyakarta. Dia menjelaskan, setiap daerah di Indonesia memiliki arsitektur yang khas melalui penggabungan seni, tradisi, budaya, dan adat istiadat setempat sehingga menghasilkan gaya arsitektur yang mewakili identitas daerah tersebut. Kekhasan bentuk rumah adat masing-masing daerah mencerminkan hubungan erat antara manusia dengan lingkungannya. Rumah adat yang ada di Indonesia menunjukkan bagaimana cara penduduk setempat memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar mereka. “Tipikal perkampungan di Indonesia pada dasarnya menggambarkan respons terhadap kondisi alam, tatanan sosial, dan kosmologi masyarakat yang mendiaminya,” jelasnya.
Dia mencontohkan, Kampung Naga yang terletak di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung ini dihuni oleh masyarakat yang memegang teguh adat istiadat dari nenek moyang mereka. Tata letak dan arsitektur rumahnya begitu unik. Bentuknya harus rumah panggung, berbahan dasar bambu dan kayu, atapnya menggunakan alang-alang, ijuk, atau daun nipah. “Rumah harus menghadap ke arah utara atau selatan dengan memanjang ke arah barat-timur,” tambahnya. (*/pra/tif)