RADAR JOGJA – Peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia merupakan untuk ikut mencegah insiden bunuh diri. Caranya dengan memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat, baik kesehatan jasmani maupun mental terutama remaja.
Dilansir dari jawapos.com, Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ dari Universitas Indonesia (UI) pernah meneliti dalam tesisnya ”Deteksi Dini Faktor Risiko lde Bunuh Diri Remaja di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/Sederajat di DKI Jakarta”.
Dari penelitian ini, didapatkan lima persen pelajar dari 910 pelajar SMA dan SMK akreditasi A di DKI Jakarta memiliki ide bunuh diri. Penelitian yang dilakukan terinspirasi oleh kompleksitas siklus hidup fase remaja. Sebab, pada fase remaja terjadi perkembangan yang ditandai oleh perubahan fisik, psikologis, kognitif, dan sosial.
Menurutnya, kesehatan mental pada remaja harus menjadi perhatian seiring perkembangan era media sosial dan arus informasi yang begitu masif. Pada kasus bunuh diri pada remaja, salah satu hal penting yang dapat dilakukan yaitu deteksi dini. Ini bertujuan menemukan faktor risiko penyebab bunuh diri. Salah satunya, peran orang tua untuk memerhatikan perilaku anak-anak dalam kesehariannya.
Maka di tengah era media sosial dan digital, lanjutnya, pola asuh juga berubah. Orang tua memiliki peran sentral yang bisa berkoordinasi dengan sekolah untuk mendeteksi dini ide bunuh diri. Dia meminta orang tua lebih peka untuk melihat adanya perubahan perilaku pada anaknya.
”Sudah punya UU Kejiwaan sejak 2014, undang-undangnya sudah ada, tinggal implementasinya saja,” ujarnya. (jpc/ila)