RADAR JOGJA – Puluhan pusaka yang sebagian besar era kerajaan Mataram awal sekitar abad 16, dilakukan pembersihan atau  jamasan. Upacara jamasan bertepatan bulan Sura ini digelar Komunitas Keris Lar Gangsir, di Rumah Kalang, Tegalgendu, Kotagede, Jogja, Jumat (27/9).

Jamasan dilakukan sebagai wahana untuk melestaraikan tradisi keris dan kebudayaan Jawa secara lengkap. “Semua barang atau benda warisan kalau bisa dijamas ya di bulan baik ini,” ujar Andi Hendrawan dari perwakilan Komunitas Keris Lar Gangsir.

Puluhan pusaka itu merupakan koleksi pribadi komunitas, meliputi keris, wedung, dan tombak. Acara diawali dengan tradisi sarasehan makna ube rampe dalam penjamasan. Ada tumpeng robyong untuk penghidupan semua manusia, racikan air yang diambil dari sendang untuk campuran bahan jamasan, jajan pasar, wakul nasi, pisang slirang, dan kembang staman tanpa bunga kenanga.

“Sebenarnya ada makna masing-masing, tapi yang penting ini maknanya untuk mendoakan,” tambah Andi. Setelah itu kemudian pengenalan keris dasar. Penjamasan dilakukan untuk mencuci membersihkan karat pada bilah keris.

Prosesinya warangan untuk mengawetkan bilah keris atau tombak agar tidak cepat rusak dan berkarat, sehingga dapat memperlihatkan pola pamor artinya guratan dalam besi keris. Biasanya ini bahan mineral yang mengandung unsur arsenikum. Selain digunakan sebagai bahan racun tikus, warangan juga dipakai untuk mengawetkan keris.

“Karena keris itu kan ditempa sampai ribuan kali. Nah, kalau sudah begitu kan akan terpisah antara besi dan pamor maupun besi lainnya,”  jelasnya.

Warangan yang dilakukan menggunakan bahan arsen, sebelumnya diputih atau dikasih jeruk nipis kemudian masuk dalam warangan. Warangan akan memisahkan antara besi baja dan bahan keris lainnya. Proses ini dilakukan  sekitar tiga menit. Lalu diangkat untuk melihat posisinya sudah berubah yang tadinya putih dimasukkan warangan dan akan berubah mempunyai pola.

“Kalau sudah diwarangi akan kelihatan bahan-bahan keris itu, misalnya yang besi nantinya akan hitam dan yang meteor akan berwarna putih. Akhirnya nanti akan terbentuk motif pamornya,” terang Andi.

Andi juga menjelaskan penjamasan harus dilakukan sebelum matahari tenggelam. Karena akan berpengaruh pada kualitas bilah keris. Maksimal pukul 17.00 semua prosesi penjamasan harus sudah selesai.

Keris yang sudah dijamas harus mendapat udara dan sinar matahari agar tidak lembab. “Kalau terlalu dingin cuacanya, akan memunculkan karat karena lembab dan tidak kering,” tambahnya.

Sementara Kepala Seksi Pemeliharaan Pengembangan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dinas Kebudayaan DIJ Sri Wahyuni mengapresiasi kegiatan penjamasan yang dilakukan Komunitas Keris Lar Gangsir. “Kami mendukung terus kegiatan yang sifatnya pelestarian,” katanya. (cr15/laz)