RADAR JOGJA – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menekankan pentingnya peran petani milenial untuk menyambut revolusi industri 4.0. Karena revolusi industri serba teknologi modern. Sehingga butuh petani-petani muda yang cepat tanggap terhadap setiap inovasi teknologi.
Untuk mendukung revolusi industri Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan beberapa upaya. Salah satunya membangun sistem logistik daerah.
Bulog dan pemerintah daerah menjadi ujung tombaknya. Untuk memotong rantai pemasaran produk hasil pertanian. Memangkas perantara penjualan produk. “Agar nilai tambah (padi) lebih tinggi,” ujar Ganjar di sela puncak peringatan Hari Tani Jawa Tengah 2019 di Pemalang, Minggu (29/9).
Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Pertanian RI Dr Ir Andi Amran Sulaiman MP dan Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta-Magelang Dr Rajiman MP.
Dalam kesempatan itu dua petani milenial dipanggil ke atas podium. Untuk berbagi cerita dan pengalaman. Satu di antaranya, Jatu, alumnus Universitas Gadjah Mada yang telah sukses bertani tanaman buah manggis, mangga, dan rambutan. Serta sayur mayur, termasuk jengkol dan petai. Jatu bahkan sudah bisa ekspor produk tersebut ke Eropa.
Petani milenial lainnya adalah Rudi Hariyanto dari Sukoharjo. Dia adalah petani padi yang tergabung dalam paguyuban penyuluh pertanian swadaya.
Sejauh ini Rudi getol menjalin kerja sama dengan dinas pertanian setempat. Dilibatkan dalam kegiatan pameran dan pembinaan petani. “Selama ini yang paling banyak dikeluhkan petani adalah cara penjualan,” katanya.
Penjualan tersebut untuk komoditas padi. Saat musim panen, gabah selalu dihargai lebih rendah oleh tengkulak. Supaya petani tidak rugi, gabah hasil panen lantas dibeli oleh gabungan kelompok tani (gapoktan) setempat. “Tentu dengan harga yang membuat petani tersenyum,” ujarnya.
Setelah mendengar sambutan gubernur Jawa Tengah dan perwakilan petani milenial tersebut, Menteri Pertanian RI Dr Ir Andi Amran Sulaiman MP lantas teringat dengan pendapat Ganjar Pranowo tahun lalu.
“Pak Gubernur sebut ‘tidak boleh impor.’ Sekarang gudang kita sudah penuh. Ini membuktikan kita mampu mengekspor beras,” ujarnya.
Berdasarkan data FAO, lanjut Amran, Indonesia berada pada urutan ke-5 sebagai eksportir beras terbesar dunia.
“Capaian lain pertanian di revolusi industri 4.0, di antaranya, penyediaan 400 ribu alsintan (alat dan mesin pertanian), pengangkatan PPL menjadi ASN PPPK, dan lain sebagainya,” sambungnya.
Kendati demikian, Amran tak menampik adanya suka duka dunia pertanian. “Selalu banyak yngg bertanya pada saya, ‘apakah dulu ada mafia pangan? Ya saya jawab ada,” ungkapnya.
Buktinya, kata Amran, banyak kasus telah terungkap. Ada 411 tersangka mafia. Dari jumlah itu yang di- blacklist 76 mafia.
Selain duka, ada pula sukanya. Salah satunya Kementerian Pertanian meraih penghargaan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan. Predikat itu diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Kementerian Pertanian sekaligus ditahbiskan sebagai lembaga antikorupsi dan gratifikasi terbaik.(*/yog/ila)