RADAR JOGJA – Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan program. Bukan suatu kegiatan. Sesuai dengan Instruksi Presiden No 9/2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional. PUG merupakan strategi pembangunan untuk mencapai suatu keadilan dan kesetaraan.
Keadilan dan kesetaraan ini dalam hal gender. Sedang yang dimaksud gender bukanlah jenis kelamin. Melainkan suatu perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat dan bersifat dinamis.
Sleman telah memiliki desa yang menerapkan PUG. Yaitu Desa Wukirsari (Kecamatan Cangkringan), Condongcatur (Depok), dan Sumberharjo (Prambanan). Pelaksanaan pembangunan yang responsif gender di Sleman bisa semakin memberikan dampak dan manfaat yang nyata. Khususnya afirmasi kelompok rentan.
Kelompok rentan tersebut seperti masyarakat miskin, disabilitas, perempuan dan anak, kelompok di daerah rawan bencana dan lainnya. “Jadi yang akan saya lakukan itu bagaimana pengarusutamaan gender di Sleman benar-benar ada,” kata Ani Martanti.
Ya, Ani Martanti merupakan salah seorang pendatang baru di kancah perpolitikan Sleman. Dia berangkat dari daerah pemilihan (Dapil) 2 Cangkringan, Pakem, Ngaglik dengan diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ani yang tinggal di Wisma K5G, Nglanjaran, Ngaglik, Sleman, itu berhasil mendulang hampir lima ribu suara.
Perempuan yang berulang tahun setiap 3 Maret ini menuturkan, sudah lama fokus pada pengarusutamaan gender. Apalagi istri dari Kepala Desa Wukirsari Fuad Jauhari ini telah lama berkecimpung menjadi aktivis anak dan perempuan.
“Jadi bagaimana kondisi anak, perempuan, kaum renta, disabilitas itu harus diperhatikan oleh pemerintah,” ujar perempuan lulusan teknik sipil ini.
Sebagai gambaran, fasilitas di gedung pemerintahan, kata dia, belum sepenuhnya ramah terhadap disabilitas. Gedung Sekretariat Kabupaten Sleman, contohnya.
“Bisa tidak mereka yang disabilitas naik ke lantai tiga? Artinya apa, pemerintah belum memahami jika yang menggunakan gedung itu bukan mereka yang dalam artian ‘normal’ fisiknya,” terangnya.
Selain itu, perempuan berusia 36 tahun ini juga fokus dalam membangun ketahanan keluarga. Sebagai bagian dari pengarusutamaan gender.
Dalam ketahanan keluarga, komunikasi menjadi hal yang penting. Sebab, hal itu bisa mewujudkan anak yang berkualitas. “Anak juga harus diberi ruang untuk berekspresi,” tuturnya.
Ani mengutarakan hal itu bukan tanpa dasar. Pasalnya, sejak 2016 dia ikut dalam mewujudkan Sleman sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) dan tergabung menjadi tim ahli.
Dia paham betul bagaimana memberikan ruang ekspresi untuk anak. Salah satu bukti nyata adalah dengan kehadiran Sekolah Pintar Wukirsari. “Anak kalau diwadahi inovasinya luar biasa,” katanya.
Sekolah ini menjadi salah satu inovasi yang mengantarkan Desa Wukirsari berjaya di ajang nasional. Dalam sekolah itu, anak dikumpulkan bukan di ruang kelas, melainkan di tempat terbuka.
Selanjutnya, anak diminta untuk menceritakan apa yang terjadi di sekolah. Ketika ada suatu permasalahan, di situ akan dicarikan solusi bersama-sama. “Memang tantangannya adalah bagaimana mengumpulkan anak,” ujarnya.
Dia melihat saat ini komunikasi anak dengan orang tua minim. Kecenderungannya, anak justru percaya pada ponsel. Artinya justru masalah itu di-share ke media sosial. “Artinya adanya sekolah ini juga mendukung untuk meningkatkan kualitas komunikasi anak dengan keluarga,” tandasnya. (*/har/laz/tif)