RADAR JOGJA – Sarang burung walet adalah komoditas yang sangat banyak diminati. Karena manfaatnya. Permintaanya selalu meningkat. Dari dalam dan luar negeri. Harganya pun menggiurkan. Mungkin banyak yang menganggap bahwa budidaya burung walet rumit. Apakah betul seperti itu?

Konsultant Walet Asia Tenggara Drs. Arief Budiman menjelaskan, menurutnya investasi bisnis budidaya sarang walet cukup dimulai dengan membangun gedung atau rumah sarang walet.

Selanjutnya, tak ada biaya tambahan harian misalnya memberi makan walet. Sebab walet mencari makan di alam bebas seperti perkebunan, hutan, persawahan.

“Selain itu, tidak perlu banyak perawatan rumit. Cukup rutin membersihkan kotoran dalam gedung dimana kotoran walet juga sangat bagus dijadikan pupuk tanaman,” ujarnya kepada Radar Jogja.

Dari pengalamannya membina petani walet, modal awal membangun gedung sarang walet beranekaragam. Berkisar antara Rp 100 Juta hingga Rp 200 Juta rupiah. Namun ada juga yang hanya menggunakan rumah papan sehingga biaya dapat ditekan. “Di Kalimantan pakai dinding kayu. Asal suhu dan kelembaban terjaga,” katanya.

Dia menyebutkan, yang dipanen dari budidaya walet adalah hasil sarang walet yang berasal dari air liurnya. Kemudian untuk mengundang burung tersebut datang, saat ini cukup menggunakan alat pemanggil burung walet. “Sudah ada teknologi yang menghasilkan suara untuk memanggil walet,” paparnya.

Burung walet, menurut Arief, termasuk unggas yang kakinya tidak mampu menopang bobot tubuhnya. Sehingga ketika mengonsumsi makanan, burung tersebut menyambarnya di udara. Kebiasaannya memakan serangga kecil di pohon, area persawahan, kebun serta rawa.

“Setiap pagi mereka keluar dan sore pulang. Capek lalu tidur ngiler. Air liurnya kita ambil lantas dijual,” kelakarnya.

Dalam pemasarannya, sarang burung walet tidak merepotkan. Sebab pembeli atau tengkulak datang sendiri ke rumah petani walet. “Transaksi cash and carry,” imbuhnya.(*/naf/riz)