RADAR JOGJA – Wahyu Thoyyib Pambayun, Penerima Hibah Seni PSBK 2019 akan tampil dalam Jagongan Wagen edisi ke delapan tahun ini. Karya yang diberi tajuk ”Walayagangsa” akan dipentaskan pada Sabtu (26/10) di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK). Karya ini merupakan upaya seniman membuat sebuah komposisi yang di luar pakem tradisi, upaya melestarikan budaya dengan cara mencari kemungkinan-kemungkinan baru.
Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) bersama Bakti Budaya Djarum Foundation meneruskan investasi panjang dalam dukungan fasilitasi ruang presentasi karya seniman muda melalui program Jagongan Wagen. Pada edisi ke delapan Jagongan Wagen di tahun ini, PSBK menghadirkan Wahyu Thoyyib Pambayun yang merupakan seniman penerima Hibah Seni PSBK.
Dia mendapatkan fasilitasi akses studio penciptaan, kuratorial dan produksi pementasan berlangsung di kompleks art center PSBK sejak pertengahan Oktober 2019. Wahyu Thoyyib Pambayun lahir di Wonogiri, Jawa Tengah.
”Wahyu Thoyyib Pambayun adalah seorang dalang, pemusik, dan komponis gamelan Jawa,” jelas Tim Media PSBK Donnie Trisfian dalam pers rilis yang dikirimkan ke Radar Jogja.
Sebagai dalang, lanjutnya, Wahyu pernah mendapatkan penghargaan penyaji terbaik dalam Festival Dalang Remaja tingkat Jawa Tengah (2012). Sebagai pemusik, pernah terlibat dalam musik film ”Setan Jawa” yang dikomposeri oleh Rahayu Supanggah dan disutradarai oleh Garin Nugroho.
Wahyu Thoyyib Pambayun juga pernah terlibat misi kesenian di beberapa negara, di antaranya Singapura (2011), Perancis (2012), Tiongkok (2014), Australia, Belanda, Inggris, Skotlandia (2017) dan Jerman (2018). Sebagai komposer, karya-karyanya telah ditampilkan dalam beberapa acara di antaranya Bukan Musik Biasa, Festival Musik Tembi, Yogyakarta Gamelan Festival, International Gamelan Festival Solo dan Pertemuan Musik Surabaya.
Wahyu Thoyyib Pambayun menuturkan, karyanya bertajuk Walayagangsa. Dia menjelaskan, dalam bahasa Sanskerta, Walaya berarti pengembaraan atau penjelajahan, sedang Gangsa berarti gamelan. ”Jadi sebuah karya pertunjukan yang berisi lima komposisi dari eksperimentasi alat musik gamelan,” tuturnya.
Karya ini, ungkap Wahyu, berangkat dari upayanya untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru dari sesuatu yang selama ini telah menetapkan pakemnya. Rasa aman dan nyaman yang akan menjadi senjata ampuh untuk membenamkan daya kritis seseorang dalam melihat hal-hal yang sedang berlangsung di hidupnya.
Bak katak dalam tempurung, wawasan dan pengetahuan pada saat itu memupuk rasa cepat puas sekaligus penolakan pada realita di luar diri yang terus bergerak. Fenomena ini yang direfleksikannya melalui pertunjukan musik ini. (ila)