RADAR JOGJA – Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Arief Poyuono merasa heran seorang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah lima tahun memimpin, baru sadar bahwa pacul yang dipakai rakyat ternyata hasil impor.

Hal ini disampaikan Arief merespons pidato Jokowi dalam Rakernas Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di JCC, Jakarta, Rabu (6/11). Saat itu, suami Iriana itu menyoal adanya kebijakan impor pacul oleh sejumlah importir dalam negeri.

Menurut Arief, kebijakan impor cangkul di saat neraca perdagangan nasional defisit tidaklah tepat. Seharusnya, barang semacam itu bisa diproduksi oleh industri dalam negeri.

“Kangmas Joko Widodo baru sadar kalau setelah lima tahun (memimpin), pacul itu ternyata made in impor,” kata Arief  seperti dilansir dari JPNN.com, Kamis (7/11).

Arief menyebutkan, presiden perlu tahu bahwa sebenarnya bukan cuma pacul yang kerap diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun ada banyak produk manufaktur lain yang dipakai masyarakat sehari-hari.

“Bukan hanya pacul, Kangmas, yang diimpor banyak, loh. Kalau mau tahu jalan deh di Pasar Jatinegara atau Glodok, atau sering-sering buka kaca mobil di lampu merah dah, Kangmas,” sebut Arief

Bila itu dilakukan Jokowi, katanya, maka mantan gubernur DKI Jakarta itu akan tahu bahwa palu, tang, peniti, jarum, gunting kuku hingga korek kuping kebanyakan diproduksi oleh Tiongkok.

“Makanya jangan bicara digitalisasi pendidikan yang digagas Nadim (Mendikbud), atau bicara industri 4.0 atau produksi mobil Esemka, Kangmas. Wong industri kita saja belum mampu memproduksi korek kuping, jarum, peniti, palu, pahat, pacul, sendok, garpu, gunting kuku, obeng dan lain-lain,” sindir Arief.

Pentolan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini mengatakan, banyak industri manufaktur yang produknya dipastikan ada di setiap rumah-rumah penduduk atau dipakai oleh masyarakat tidak bisa diproduksi oleh industri dalam negeri.

Oleh karena itu, Arief menyarankan agar Jokowi sebaiknya menggalakkan terlebih dahulu industri seperti itu. Apalagi kalau sampai Indonesia bisa mengekspornya ke luar negeri karena untuk memproduksinya tidak butuh teknologi digitalisasi atau masuk kategori industri 4.0 yang butuh robotic.

“Apalagi bahan baku ada di dalam negeri, seperti besi tua banyak banget tuh. Dengan begitu, lapangan kerja juga terbuka sehingga neraca perdagangan dijamin surplus terus, Kangmas. Dan perekonomian jadi enggak lesu kaya sekarang ini,” tandasnya. (fat/jpnn)