RADAR JOGJA – Pemantauan harga pangan di pasar tradisional dan modern diperketat jelang Natal dan tahun baru (Nataru). Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sleman melakukan sidak di satu pasar tradisional dan dua pasar modern, kemarin.
Dalam sidak, tim tidak menemukan bahan pokok yang harganya melampaui harga eceran tertinggi (HET). Yang memiliki HET, di antaranya minyak goreng kemasan curah dan sederhana, beras, dan gula.
“Memang ada minyak goreng yang harganya di atas HET. Tapi kemasannya bukan curah atau sederhana,” ujar Asisten Perekonomian, Pembangunan Setda DIJ Tri Saktiana.
Tri mengatakan temuan minyak goreng yang dijual melampaui HET terdapat di toko modern. Dia meminta agar tetap disediakan minyak goreng yang harganya sesuai HET. “Walaupun tetap menjual yang harganya di atas HET,” jelasnya.
Dari empat kali pemantauan, Tri menemukan ada perbedaan harga. Termasuk di pasar tradisional maupun pasar modern.
Harga bawang di pasar tradisional Rp 30 ribu per kg. Di toko modern Rp 40 ribu per kg. Untuk bahan pokok, tak ada peningkatan harga signifikan. Beras ada di Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu per kg.
Menjelang Nataru, dia mewaspadai potensi kenaikan harga telur. Saat ini di kisaran Rp 23.500 hingga Rp 24.000 per kilogram. “Harga masih stabil. Namun perlu diwaspadai,” ujar Tri.
Operasi pasar belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Sebab lonjakan harga belum signifikan. Operasi pasar akan dilakukan untuk bahan pokok yang mempunyai HET. “Kalau seperti cabai, tidak akan dilakukan operasi pasar,” kata Tri.
Stok beras di Bulog cukup untuk empat bulan ke depan. Jumlahnya mencapai 40 ribu ton. Beras tersebut produksi 2019. “Artinya, masih bagus,” kata Tri.
Dia memperkirakan, kenaikan bahan pokok akan terjadi pertengahan Desember 2019. “Sekitar lima hari lagi,” ungkap Tri.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman Haris Martapa memastikan stok bahan pokok di Sleman cukup. Pihaknya telah melakukan pengecekan di gudang-gudang penyimpanan.
“Stok beras aman. Ada suplai dari Bulog juga. Kemarau tidak terlalu berpengaruh ke produktivitas beras,” kata Haris. (har/iwa/rg)