RADAR JOGJA – Citra satelit Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Jogjakarta menangkap adanya bibit siklon dan siklon di kawasan perairan Samudera Hindia. Bibit siklon atau  low pressure area terpantau muncul di Teluk Carpentaria. Sementara Siklon Blake berada di barat Benua Australia.

Kepala Staklim BMKG Jogjakarta Reni Kraningtyas memastikan kedua fenomena alam ini berdampak pada cuaca di Indonesia. Meskipun saat ini mulai berkurang. Terlebih siklon Blake mulai menjauhi kawasan perairan Indonesia.

“Siklon Blake arah pergerakannya ke selatan dan semakin menjauh. Sementara untuk (siklon) yang di Teluk Carpenteria itu masih bibit. Tidak berdampak signifikan untuk saat ini,” jelasnya saat ditemui usai apel siaga bencana di Mako Brimob Polda DIJ, Selasa (7/1).

Staklim juga mencatat adanya peningkatan curah hujan. Tercatat saat ini hujan di wilayah Jogjakarta mencapai 10 mm/jam hingga 20 mm/jam. Kategori ini masuk dalam intensitas curah hujan sedang hingga lebat.

Walau begitu dampak hujan belum masuk kategori rawan. Namun tetap berdampak pada terbentuknya genangan di beberapa titik di Jogjakarta. Dampak sekunder adalah imbas dari munculnya angin kencang. Berupa tumbangnya pohon, kabel melintang hingga baliho luar ruang.

“Intensitas hujan bervariasi, kadang juga bisa diatas 20 mm/jam, karena sudah masuk puncak musim penghujan. Tapi untuk saat ini belum mengakibatkan banjir (secara) signifikan,” ujarnya.

Peningkatan intensitas hujan bisa terjadi dalam beberapa waktu kedepan. Reni menuturkan adanya peningkatan suhu permukaan air laut juga. Imbasnya adalah munculnya awan cumulonimbus. Awan ini identik dengan hujan sedang hingga lebat.

“Kami pantau suhu laut permukaan laut perarian selatan Jawa sudah cukup hangat. Antara 28 hingga 31 derajat celcius. Memicu terjadinya penguapan sehingga terbentuk awan hujan. Ada potensi disertai angin kencang dan petir,” katanya.

Sementara itu untuk wilayah cakupan sudah merata. Hanya saja dominasi turunnya hujan berada di kawasan utara. Reni menjelaskan kemunculan hujan kerap terjadi di topografi dataran tinggi seperti kawasan lereng Gunung Merapi.

Reni mewanti-wanti agar instansi terkait tetap siaga. Intensitas hujan selama berturut-turut berpotensi terjadi longsor. Terlebih jika kawasan tanah cenderung jenuh. Sehingga beban tanah semakin besar dan menjadi potensi tanah bergerak.

“Bisa rawan longsor jika hujan terjadi selama berturut-turut. Antisipasi yang kami lakukan adalah pengamatan dan peringatan dini. Para prakirawan kami siaga 24 jam untuk memantau. Koneksi kami ke BPBD agar bisa bertindak cepat,” ujarnya. (dwi/tif)