RADAR JOGJA – Perhotelan di DIJ kini bersiap menghadapi masa low season. Setelah pada liburan lalu, okupansi atau tingkat hunian rata-rata perhotelan di DIJ mencapai 95 persen. Kiniini rata-rata tingkat hunian menjadi sekitar 40-50 persen.
Ketua Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIJ Deddy Pranowo Eryono memprediksi anjolknya tingkat hunian disebabkan oleh maraknya bencana alam yang terjadi di Indonesia. “Kondisi ini mengakibatkan banyak konsumen yang memilih menunda untuk melakukan kunjungan,” kata Deddy di Bangsal Kepatihan Jogja, Selasa (7/1).
Selain itu, mahalnya harga tiket pesawat juga dianggap menjadi kambing hitam. Deddy mengatakan, DIJ sangat terbantu dengan adanya tol Transjawa yang berkontribusi mendorong tingkat okupansi saat musim liburan. “DIJ menjadi padat karena mayoritas menggunakan kendaraan pribadi. Bahkan kemarin ada tercatat tamu dari Palembang,” ucapnya.
Pemilik Hotel Ruba Grha itu berharap agar harga tiket pesawat dapat kembali normal. Sehingga tingkat okupansi dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIJ akan semakin terdongkrak. “Karena itu (kenaikan tiket) merugikan kita se-Nusantara,” jelasnya.
Lebih jauh, PHRI menargetkan kunjungan sebanyak satu juta wisatawan manca negara pada 2020. Dengan adanya Yogyakarta International Airport dia berharap target itu dapat tercapai. “Sekarang 480 ribu sudah ada di DIJ, tinggal separuhnya untuk menggenjot itu,” jelasnya.
Mantan Sekretaris BPD PHRI DIJ itu menambahkan, tingkat okupansi perhotelan yang rendah menjadi catatan dari para investor ketika hendak menanam modalnya di DIJ. Sedangkan untuk tahun ini, PHRI tengah berupaya menggaet investor di wilayah Gunungkidul dan Kulonprogo, mengingat masih minimnya hotel berbintang yang dibangun di wilayah tersebut. “Untuk Sleman dan Kota Jogja saya kira cukup,” jelasnya. (tor/pra)