RADAR JOGJA – Anggota Komisi D DPRD Kota Jogja Ahmad Mufaris memberikan respon keras terhadap oknum pembina Pramuka berinisial E. Dia memastikan pembina putri asal Kwarcab Gunungkidul itu tak memahami semangat Pramuka. Terbukti dengan adanya aksi tepuk anak soleh.
Politisi Partai Nasional Demokrat ini juga turut menjabarkan sejarah tepuk anak soleh tersebut. Pada awalnya yel-yel ini tak bersifat SARA. Ini karena tepuk asli tidak ada kalimat Islam Yes Kafir No.
“Tidak ada kalimat itu, bisa saya pastikan karena masa kecil saya juga tahu tentang tepuk ini. Kalimat terakhir itu hanya sampai Cinta Islam Sampai Mati. Sudah ini saja, tak ada Islam Yes Kafir No,” tegasnya saat ditemui di Kantor DPRD Kota Jogja, Selasa (14/1).
Tepuk ini juga bukan bagian dari tepuk Pramuka. Asal mulanya diajarkan kepada peserta TPA. Itupun tanpa ada embel-embel kalimat SARA.
Awal mula pergeseran lirik yel-yel berlangsung medio 1982 hingga 1992. Kala itu diakui olehnya ada sentimen agama tersendiri. Hingga muncul tepuk anak soleh dengan modifikasi unsur SARA.
“Sekarang muncul fenomena ini lagi, tapi pergeserannya sudah sampai ke Pramuka. Sangat disayangkan,” katanya.
Tepuk anak soleh masa kini, lanjutnya, memiliki muatan adu domba. Ahmad menyayangkan kalimat ini justru seakan wajar dengan pengenalan di setiap TPA.
Ahmad menuturkan tepuk anak soleh awalnya dikenalkan oleh TPA di kawasan Ndalem Joyokusuman. Yel-yel itu pada awalnya murni menceritakan semangat Islami. Termasuk menggambarkan keutuhan semangat NKRI.
“Dulu diajarkan GBPH Joyokusumo. Tapi sekarang ada kalimat SARA. Itu kerja tambahan orang yang tidak bertanggung jawab. Ini jadi tugas kita bersama untuk membenahi pemahaman yang salah” katanya. (dwi/tif)