PEMERINTAH telah mengamanatkan pesan penting mengenai tujuan pendidikan. Pesan tersebut termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003.
UU Sisdiknas dengan jelas menjelaskan pendidikan bertujuan mengembangkan potensi anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Namun sudahkah tujuan mulia tersebut sepenuhnya tercapai?
Membincangkan pendidikan rasanya tidak pernah ada habisnya. Sudah menjadi satu kewajaran di masyarakat umum, orangtua memasukkan anaknya ke sekolah dengan buntut motivasi lagi harapan agar setelah lulus anaknya mendapatkan pekerjaan. Memang sebelum memasuki dunia kerja pada usia produktif, setiap orang perlu menempuh berbagai jenjang pendidikan. Sekolah seolah menjadi ladang subur dengan berbagai kompetensi vokasional dan keterampilan praktis. Sekolah pun berlomba-lomba mencetak lulusan siap kerja.
Menurut Human Capital Theory, pendidikan menjadisuatu instrumen penting bagiĀ pertumbuhan ekonomi. Lewat jalur pendidikan, seorang bisa mengembangkan multi skill produktif yang dibutuhkan perekonomian negara.
Pemaknaan pendidikan yang sekadar membangun angkatan kerja yang kompetitif sebetulnyamelahirkandisorientasi pemaknaan pendidikan.Menurut penulis menjadi sangat tidak relevan jika orientasi pendidikan yang demikian masih dikembangkan di era revolusi industri 4.0 seperti sekarang.
Jack Ma menyebut, nantinya sebagian besar lapangan pekerjaan manusia akan direbut oleh robot pintar (Al). Bahkan Stephen Hawking meramalkan akan terjadinya kiamat kemanusiaan dengan dominasi Al di masa yang akan datang (Bagir, 2019). Artinya bila orientasi pendidikan kita sebatas membentuk lulusan siap kerja maka nantinya lambat lain akan tergantikan oleh teknologi mesin yang kian canggih.
Salah satu gagasan Jack Ma yang menarik untuk ditanggapi menyebutkan kalau hati tidak tergantikan oleh mesin. Sudah kita ketahui bersama kalau berbagai sektor pekerjaan yang sebelumnya dikendalikan oleh teknologi mesin (Al). Namun ada beberapa potensi kemampuan manusia yang tetap tidak terganti oleh teknologi kecerdasan buatan.Selanjutnya sudah selayaknya potensi-potensi ini yang harusnya lebih digarap secara baik di dalam proses pendidikan kita. Potensi itu meliputi kemampuan intuitif, imajinatif, dan daya moral manusia.
Berkaca pada uraian tersebut sekaligus sebagai upaya meluruskan arah pendidikan kita maka pendidikan seharusnya mencakup upaya pengembangan individu dengan kemampuan reflektif, afektif, moral, dan spiritual.Arthur W. Foshay dalam artikel ilmiahnya berjudul The Curriculum Matrix: Transcendence and Mathematics mengungkap satu-satunya tujuan pendidikan yang berkelanjutan adalah membawa manusia untuk menyadari sepenuhnya tentang apa artinya menjadi manusia.
Setiap upaya dan proses pendidikan sejatinya harus bisa melihat dan menggarap seluruh potensi kemanusiaan. Merujuk pada UU Sisdiknas Tahun 2003 tersebutsetiap proses pendidikan hendaknya mengarahkan pada proses mengaktualisasi potensi manusia sehingga benar-benar menjadi manusia sejati. Lewat aktualisasi nilai-nilai dan penumbuhan karakter serta moral spiritual yang baik nantinya diharapkan akan mencetak anak-anak yang bahagia. Semoga. (ila)
*Penulis merupakan fasilitator Program PINTAR Tanoto Foundation dan Guru MTs Darul Ishlah Sukorejo Kabupaten Kendal.