RADAR JOGJA – Unggahan di Twitter dengan nama @Mummy_Nduty ramai dijagat dunia maya. Disebutkan bahwa seorang anak madrasah ibtidaiyah di Dusun Blotan Wedomartani Ngemplak Sleman menjadi korban perundungan. 

Imbasnya, sang anak laki-laki tersebut harus menjalani operasi di RS Bethesda.

Unggahan tersebut merupakan hasil tangkapan layar gawai. Isinya hasil percakapan sang pemilik akun dengan saudaranya. Intinya adalah kejadian penganiayaan siswa kelas VI kepada siswa kelas I saat salat Duha.

RadarJogja.co melakukan pengecekan ke alamat sekolah. Satu-satunya madrasah ibtidaiyah (MI) di lingkungan tersebut adalah MI Qurrota A’yun di Blotan, Wedomartani, Ngemplak. Sekolah ini menjadi satu dengan Taman Kanak-Kanak dan Pondok Pesantren.

“Benar anak atas nama SAGH adalah siswa kami. Saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Bethesda dan belum tahu sakitnya apa,” jelas Kepala MI Qurrota A’yun Muhammad Afifuddin, ditemui di sekolah, Jumat (20/2).

Afifuddin menuturkan SAGH sudah tidak berangkat sekolah sejak 10 Februari. Bahkan kondisi ini sudah berlangsung sejak 28 Januari. Hanya saja kala itu tetap berangkat sekolah walau tidak setiap harinya.

Di satu sisi Afifuddin membantah narasi yang diunggah oleh akun @Mummy_Nduty. Sekolah, lanjutnya, telah menginvestigasi secara mendalam. Terutama para terduga pelaku yang disebutkan oleh korban.

“Kalau bahasanya penganiayaan kayaknya kok kurang tepat ya. Bayangan penganiayaan itu kan dipojokkan, dipukuli, itu tidak ada. Karena kejadiaannya berdasarkan penelusuran kami itu mau sholat duha,” katanya.

Kejadian sebenarnya berawal saat korban, SAGH tengah mengantri wudu. Selanjutnya terjadi kejadian tersebut. Afifuddin membahasakan dengan halus. Korban sempat bersenggolan dengan siswa lainnya.

Afifuddin sempat menunjukan lokasi wudu mushola tersebut. Dia berdalih tempat wudu sangatlah sempit. Sehingga saat mengantri bisa saling menyenggol. Hanya saja dia tetap menelusuri lebih dalam kejadian tersebut.

“Lokasi antrean wudu di mushola sekolah tidak cukup luas. Entah itu dipukul atau terpukul, saya kurang tahu juga karena itu belum kita telusuri lebih lanjut,” ujarnya.

Dia meyakini bahwa narasi dalam akun Mummy Nduty tidak sepenuhnya terjadi. Terlebih di lokasi wudu ada guru piket. Tugasnya mengawasi seluruh aktivitas siswa selama wudu dan beribadah.

RadarJogja.co sempat meminta bertemu dengan guru piket tersebut. Hanya saja Afiffudin berdalih tidak tahu jadwal guru piket. Sehingga tidak diketahui secara jelas guru yang bertugas saat peristiwa itu terjadi.

“Masalahnya, harinya apa (kejadian penganiayaan) kami enggak tahu. Lalu gurunya yang piket kami juga enggak tahu. Sekolah kami juga nggak punya CCTV karena cuma sekolah kecil di desa,” kilahnya.

Upaya klarifikasi dengan mempertemukan korban dan terduga pelaku tak membuahkan hasil. Siswa kelas 1 tersebut sudah dipertemukan dengan siswa kelas 6. Hanya saja anak tertuduh merasa tak melakukannya.

Walau begitu, Afifuddin memastikan sekolah siap bertanggung jawab. Terlebih jika kejadian tersebut berlangsung di lingkungan sekolah. Terkait laporan kepolisian, belum ada wacana dari pihak keluarga.

“Kami siap bertanggungjawab, terutama untuk biaya rumah sakit. Saat ini masih komunikasi terus dengan keluarganya. Selang hari berkala selalu mengirim guru untuk menjenguk dan menemani,” katanya. (dwi/tif)