Pawai Ogoh-Ogoh Ditunda, Melasti dengan Tiga Skema

RADAR JOGJA – Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jogjakarta membuat tiga skema pelaksanaan Melasti kedua menyambut perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1942. Hal ini agar ritual yang berlangsung di Pantai Parangkusumo itu tetap terselenggara pada hari Minggu (22/3) mendatang, mulai pukul 12.00.

Tiga skema Melasti yang disiapkan PHDI Jogjakarta itu, pertama, Melasti dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh perwakilan pura dengan seremonial yang minim. Kedua, Melasti dilaksanakan bersama-sama seluruh perwakilan pura tanpa seremoni dan hanya melangsungkan ritual. Ketiga, Melasti dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing pura dengan waktu yang berbeda. “Sehingga kekhawatiran berkumpulnya massa akan terantisipasi,” ujar Ketua I Perayaan Nyepi DIJ Tahun Baru Saka 1942 I Nyoman Redana, Selasa (17/3).

Melasti adalah sebuah ritual keagamaan bertujuan memohon kepada Tuhan agar semua makhluk senantiasa dalam keadaan sehat dan rahayu. Alternatif dan pilihan skema yang disediakan PHDI ini akan disikusikan bersama Bupati Bantul Suharsono. “Kembali lagi kepada pihak bupati, kami tidak kaku dalam pelaksanaannya,” kata Nyoman.

Ketua Umum I Nengah Lotama menambahkan, tujuan tertinggi Melasti sesuai Lontar Sundarigama dengan Melasti mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Selanjutnya, Melasti menjadi bentuk motivasi umat Hindu melakukan pelestarian alam dan lingkungan.

Melasti akan dilakukan oleh umat Hindu secara pribadi maupun dari berbagai pura di DIJ. Setiap pura akan membawa jempana atau perwakilan serta nawa sanga untuk disucikan di laut. Acara ini diharapkan selesai pukul 16.00. Jempana kemudian dilinggihkan di pura masing-masing dan melakukan Pecaruan. Agar pada saat Nyepi yang jatuh 25 Maret 2020 semua sarana, buana alit, dan buana agung telah tersucikan.

Awalnya PHDI Jogjakarta menargetkan 2.000-3.000 orang akan menghadiri ritual itu. Namun merebaknya virus korona telah mengurungkan niat panitia untuk mengundang umat dan masyarakat melaksanakan Melasti. “Tapi jika umat ingin hadir, tidak apa-apa,” ujar Nengah.

Mengantisipasi penyebaran virus korona, panitia didampingi tim kesehatan akan menyediakan alat pemantau suhu tubuh. Umat yang terdeteksi suhu tubuhnya tinggi atau sedang sakit, dilarang ikut acara ini. “Supaya kami juga nyaman dalam beribadah,” ucap Nengah.

Diketahui untuk mengantisipasi merebaknya virus korona, tiga hari lalu PHDI Jogjakarta memutuskan untuk mengundur kegiatan yang melibatkan banyak masyarakat. Kegiatan itu adalah pawai ogoh-ogoh yang sedianya digelar 21 Maret di Malioboro, hingga batas waktu yang belum ditentukan. (cr2/laz/by)

Lainnya

Terbaru