RADAR JOGJA – Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jogjakarta Irene mengakui lonjakan pasien positif Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) karena uji swab yang dilakukan timnya telah berjalan. Penambahan pasien tersebut merupakan antrean uji swab pasien dari 18 hingga 21 Maret.
Salah satu penyebab tidak segera keluarnya hasil uji swab karena kekosongan primer. Alhasil seluruh hasil uji laboratorium menumpuk. Pasca ketersediaan primer terpenuhi maka seluruh uji swab keluar secara bersamaan.
Di satu sisi peran medis rumah sakit juga berdampak. Menurut Irene, rumah sakit rujukan mampu mendiagnosia secara optimal. Baik untuk orang dalam pemantauan (ODP) hingga pasien dalam pengawasan (PDP). Sehingga identifikasi pasien Covid-19 lebih merata.
“Artinya rumah sakit sudah makin kuat dalam mendiagnosa kasus di awal, sehingga kasus yang masuk ke rumah sakit benar-benar kasus yg mengarah ke Covid-19,” ujarnya.
Kabupaten Sleman menjadi wilayah dengan kasus Covid-19 cukup tinggi. Baik untuk ODP, PDP maupun pasien positif Covid-19. Tercatat ada enam pasien berstatus positif di wilayah Bumi Sembada ini.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Joko Hastaryo membenarkan adanya enam pasien positif Covid-19. Detailnya adalah masing-masing satu pasien di Kecamatan Gamping, Ngaglik, Ngemplak dan Kalasan. Sementara sisanya adalah dua pasien berstatus positif Covid-19 di Kecamatan Depok.
“Kecamatan Depok ada dua pasien, termasuk satu yang sudah meninggal di RS Bethesda dua hari yang lalu,” katanya.
Pihaknya tengah menyiapkan tracing kepada enam pasien positif Covid-19. Upaya ini berupa pelacakan jejak rekam perjalanan dan interaksi sosial. Tentunya tetap beracuan pada aturan baku Kementerian Kesehatan.
“Hanya tim tracing harus kami pecah menjadi 6 sub tim agar bisa secara cepat menjangkau ke 6-nya. Sebisa mungkin tetap by phone. Bila tidak mungkin by phone baru kunjungan rumah di saat pagi atau siang hari dalam kondisi ada sinar matahari,” ujarnya.
Disinggung penerapan status kejadian luar biasa (KLB), Joko tak bergeming. Hanya saja dia mengakui bahwa kondisi saat ini sudah sangat layak dinyatakan dalam status tersebut. Mengingat adanya lonjakan pasien sebanyak dua kali lipat.
Menurut mantan Dirut RSUD Sleman ini, teori epidimiologi sudah terpenuhi. Tak hanya lonjakan pasien dua kali lipat. Tapi sudah semenjak munculnya kasus positif Covid-19 pertama.
“Sebelumnya tidak ada kasus menjadi ada kasus positif. Kenaikan lebih dari dua kali lipat, minggu lalu 2, minggu ini naik jadi 6 pasien. Mengacu pada keputusan secara nasional, mungkin nomenklaturnya bukan KLB tapi tanggap darurat bencana,” katanya. (dwi/tif)