Bupati Sleman Sri Purnomo meyakini data surplus beras di wilayahnya tak sekadar di atas kertas. Atas dasar itu dia menolak wacana impor beras oleh pemerintah pusat. Soal kenaikan harga bahan utama kebutuhan pokok itu, SP, sapaannya, menilai hanya bersifat sementara.
Apalagi di Sleman, menurutnya, mulai memasuki musim panen. Di Januari ini saja diperkirakan ada 2.604 hektare sawah siap panen. “Kalau impor justru kasihan petani. Harga akan anjlok, padahal panen melimpah,” ujarnya di sela panen raya padi di Desa Madurejo, Prambanan Kamis (11/1).
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian PertanianMomon Rusmono yang turut hadir dalam acara panen raya mengamini pernyataan SP. Bahkan, Momon mengklaim bahwa berdasarkan survei tingkat provinsi, hasil panen di wilayah DIJ tergolong surplus. Untuk periode Januari-Februari lahan siap panen diperkirakan mencapai lebih dari 30 hektare. Adapun tiap hektarenya diprediksi mampu menghasilkan 7,4 ton gabah kering giling. Dari estimasi tersebut luas lahan siap panen di wilayah Sleman mencapai lima ribu hektare. Sementara di skala nasional, kata Momon, lahan dipanen selama Januari diperkirakan mencapai 1 juta hektare. Lalu pada Februari diprediksi meluas hingga 1,7 hektare.
Melihat gejala kelangkaan beras di Sleman, Momon mengatakan, hal itu bisa disiasati dengan sistem panen berseling. Caranya, proses tanam padi dilakukan sesegera mungkin usai masa panen sebelumnya. Sehingga jeda antara musim panen saat ini dengan masa panen berikutnya tak terlalu panjang.
“Biasanya November hingga Januari tahun berikutnya masuk masa paceklik. Ternyata tidak terjadi,” ucapnya.
“Terbukti pada rentang waktu itu lahan panen mencapai 500 hingga 600 ribu hektare skala nasional. Nah nanti masuk Maret meningkat hingga dua kalilipat,” klaim Momon. (dwi/yog/mg1)