SEJAK dipimpin Asman Abnur, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) berusaha meningkatkan kualitas aparatur sipil negara (ASN) dan lembaga pemerintahan. Fokusnya tata kelola birokrasi pemerintahan di seluruh kementerian, lembaga negara dan pemerintahan kabupaten/kota se-Indonesia. Menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel, efektif, dan efisien, serta memiliki pe­layanan publik yang berkualitas. “Kami menerapkan manajemen berbasiskan kinerja. Selama ini birokrasi bekerja asal anggaran habis atau serapan tinggi. Hanya demi mengejar hasil laporan keuangan wajar tanpa pengecualian (WTP),” ungkapnya di sela acara penyerahan Hasil evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Wilayah III pada tahun 2017di Jogjakarta Selasa (13/2).

Hal itu memang penting. Tapi, kata Asman, ada hal yang lebih penting. Yakni sesuatu yang dihasilkan dari anggaran itu. “Outcome-nya apa?” ucapnya.

Asman menegaskan, setiap anggaran di lembaga pemerintahan yang dialokasikan harus jelas target dan outcome-nya. “Jangan anggaran habis, tapi tidak ada manfaatnya,” ingatnya.

Dikatakan, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah solusi menciptakan akuntabilitas kinerja lembaga pemerintah. Sistem ini merupakan integrasi dari pola perencanaan, penganggaran, dan pelaporan kinerja yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instasi Pemerintahan (LAKIP) merupakan produk akhir SAKIP. Berdasarkan LAKIP 2016 – 2017, lebih dari 50 persen instansi pemerintah mengalami peningkatan kinerja. “Banyak yang tadinya nilai hasil evaluasinya C dan CC, sekarang naik jadi B,” tuturnya.

Outcome atas optimalisasi SAKIP pun sangat signifikan. Berupa penghematan anggaran negara hingga lebih dari Rp 41 triliun. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan atas indikasi serta potensi inefisiensi penggunaan anggaran di luar belanja pegawai intansi pemerintah yang tidak akuntabel dengan predikat akuntabilitas kinerja di bawah CC. Inefisiensi terjadi akibat tidak jelasnya hasil kinerja yang akan dicapai. Sasaran tidak berorientasi terhadap hasil. Selain itu ukuran kinerja yang tidak jelas, tidak adanya keterkaitan antara program/kegiatan dengan sasa­ran, serta rincian kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud kegiatan.

Nah, guna optimalisasi SAKIP di tiap daerah, Kemenpan-RB juga berupaya mening­katkan unit-unit kerja wilayah bebas korupsi (WBK) serta wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM).

Jika kedua unit kerja tersebut sudah menyebar ke seluruh kementerian dan instansi pe­merintah, Asman optimistis, akan terjadi efektivitas birokrasi yang luar biasa. “Jadi nggak ada lagi birokrasi yang mubazir dan pungli,” lanjutnya.

Menurutnya, jika seseorang bekerja produktif, tepat sasaran, birokra­si bersih melayani, kemudian bebas dari korupsi, pasti ber­banding lurus dengan pelayanan publiknya. Karena ujung dari semuanya itu pelayanan publik.

Sementara untuk membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) ASN, Kemenpan-RB telah melakukan beragam inovasi rekrutmen calon pegawai negeri sipil, hingga seleksi terbuka jabatan tinggi pratama. Upaya ini terbukti mampu menekan pungli atau sistem kekerabatan dalam rekrutmen pegawai. “Bayangkan, dari 2,4 juta orang pendaftar, yang diterima 37 ribu orang. Artinya hanya orang-orang pilihan yang keterima. Mereka semuanya ditempatkan sesuai dengan latar belakang masing-masing,” ujarnya.

Kemenpan-RB juga berupaya meningkatkan kualitas SDM ASN yang ada dengan menggandeng Lembaga Administrasi Negara (LAN). Untuk merom­bak sistem kuriku­lum diklat ASN. Hal ini guna memperbaiki pendidikan prajabatan dan kepemimpinan. Dengan model tersebut Asman memastikan, pejabat yang duduk di tingkat eselon 1 dan 2 adalah orang-orang yang memang punya kompetensi, kemam­puan, dan leadership yang tinggi. Dan telah menempuh jenjang-jenjang pendidikan tertentu. “Kalau semua program ini ber­hasil, saya yakin Indonesia akan maju,” tandasnya.(*/yog/mg1)