SLEMAN – Kapolda DIJ Brigjen Polisi Ahmad Dofiri menyesalkan aksi unjuk rasa berakhir ricuh. Dia juga menyesalkan adanya titik aksi baru dalam peringatan May Day. Padahal Polda DIJ telah memfasilitasi aksi unjuk rasa berlangsung di Titik Nol Kilometer.

Saat memantau aksi, dia mendapati tema aksi bergeser dari Mayday. Tuntutan justru didominasi penolakan pembangunan NYIA di Kulonprogo. Bahkan aksi ini berakhir ricuh karena ada aksi pelemparan molotov.

“Banyak massa awalnya diajak aksi Hari Buruh sampai di sini bukan tututan buruh tapi tuntutan menolak bandara,” jelas Dofiri ditemui di lokasi, Selasa (1/5).

Aksi dompleng tersebut tidak ada koordinasi dengan jajaran Polda DIJ. Berbeda dengan aksi yang berlangsung di Titik Nol Kilometer. Di pusat kota tersebut justru berlangsung aman dan kondusif.

Hasil investigasi sementara menyebutkan tidak semua peserta aksi mahasiswa. Terbukti ada yang tidak bisa menunjukkan kartu mahasiswa saat diminta. Unjuk rasa diakui oleh Dofiri memiliki pola berbeda dibanding aksi-aksi sebelumnya yang pernah digelar ditempat tersebut.

“Sudah tergolong anarkistis dan merusak. Bukan karakter peserta aksi yang seperti saya kenal selama ini,” ujarnya.

Usai melakukan penyisiran, polisi menemukan puluhan botol bom molotov. Seluruhnya ditempatkan di beberapa titik dari pertigaan UIN Sunan Kalijaga ke selatan. Ditemukan pula beberapa botol molotov di dalam kampus.

Setidaknya 69 peserta aksi turut diamankan dalam aksi tersebut. Terdiri dari 59 peserta aksi laki-laki dan sepuluh peserta aksi perempuan. Untuk pendalaman pemeriksaan, seluruh peserta aksi diamankan di Polda DIJ.

Unjuk rasa semakin panas karena ada benturan dengan warga. Awalnya warga sekitar hanya menyaksikan, hingga akhirnya terjadi pelemparan molotov. Meski menyasar pos polisi namun hampir mengenasi seorang anak kecil.

“Biasanya juga tidak seanarkistis seperti ini. Kalau aksi kali ini sudah keterlaluan, harusnya menyampaikan aspirasi malah merusak,” ujar warga setempat, Darman, 40. (dwi/ila)