SLEMAN – Minimnya pengawasan tempat kos mahasiswa di wilayah Sleman ditengarai menjadi salah satu faktor pemicu bebasnya penggunaan dan peredaran narkoba. Sebagaimana hasil penyelidikan jajaran Ditreskoba Polda DIJ, delapan mahasiswa diringkus saat pesta sabu di tempat kos Dusun Kledokan, Gang V/No 27, Caturtunggal, Depok. Semuanya asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Polisi masih mengembangkan kasus tersebut untuk mengungkap jaringan pemasoknya.

“Mereka beli paket sabu 0,5 gram dengan cara iuran, lalu dipakai sama-sama,” ungkap Dirreskoba Kombes Pol Wisnu Widiarto Rabu (16/5). Kedelapan mahasiswa tersebut ditangkap dalam dua gelombang. Pertama enam mahasiswa pada 10 April lalu. Mereka adalah LPM, 24, HZJ, 23, JS, 20, AS, 20 dan WO, 22. Sedangkan tiga lainnya, EPP, 20, DN, 22 dan AKD, 22, dibekuk sehari kemudian. “Seluruhnya tinggal di tempat kos yang sama dan masih aktif kuliah,” jelas Wisnu.

Polisi memang tidak menemukan barang bukti paket sabu saat penangkapan kedelapan mahasiswa tersebut. Namun, sisa-sisa pemakaian barang haram itu, berikut pipet kaca sebagai alat pengisap sabu dinilai cukup menjadi alat bukti di pengadilan. Hasil tes urine terhadap para mahasiswa tersebut makin menguatkan penyidikan polisi. “Semuanya positif mengonsumsi sabu,” katanya.

Dari pemeriksaan terhadap para tersangka, diketahui bahwa mereka membeli paket kecil sabu seharga Rp 600 ribu. Beberapa di antara tersangka terindikasi bukan hanya sebagai pemakai, tapi sekaligus pengedar. Kendati demikian, ada seorang yang mengaku baru pertama kali mengonsumsi sabu. Dia adalah AKD. Menurut Wisnu, mahasiswi tersebut mengaku sempat menolak ajakan tersangka lain. Namun, AKD akhirnya luluh juga oleh bujuk rayu teman-teman sekampungnya itu. “Dia (AKD, Red) ikut iuran juga untuk beli sabu,” ungkap Wisnu.

Untuk menelusuri jaringan pemasok sabu, polisi melacak lewat rekening tabungan para tersangka di salah satu bank swasta nasional. Namun upaya tersebut belum mendapatkan hasil.

Di bagian lain, Kabid Humas Polda DIJ AKBP Yuliyanto mendesak pemilik kos atau rumah kontrakan untuk selalu menempatkan penjaga untuk mengawasi para penghuni. Bekas Kapolres Sleman itu membenarkan jika selama ini ada beberapa tempat kos yang cenderung bebas lantaran tak ada induk semangnya. Kondisi tersebut, menurut Yulianto, berpotensi menjadi celah penyalahgunaan narkoba. “Pemilik kos tidak bisa melepaskan begitu saja. Tapi harus bisa menjadi orang tua bagi penghuni kos maupun kontrakan,” tuturnya.

Yulianto juga mewanti-wanti para mahasiswa untuk kembali ke tujuan awal kehadiran mereka di Jogjakarta. Yakni untuk belajar. “Jangan sampai menyimpang. Apalagi sampai terjerat narkoba,” ingatnya.

Guna mencegah peredaran narkoba secara lebih masif, Yulianto meminta para pengurus RT dan RW lebih proaktif. Ini karena mereka memiliki peran menjaga lingkungan masing-masing supaya tetap kondusif. (dwi/yog/mg1)