KULONPROGO – DPRD Kulonprogo terus menggodok Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai Raperda inisiatif. Salah satunya dengan menggelar public hearing di Ruang Rapat Paripurna Dewan setempat Senin (25/6).

Acara dipimpin Ketua DPRD Kulonprogo Akhid Nuryati. Dia didampingi Ketua Pansus Raperda BPD Muh Ajrudin. Dihadiri pada kepala desa, anggota PBD, karang taruna dari 87 desa dan satu kelurahan se-Kulonprogo.

Akhid menyatakan Raperda BPD sebagai Raperda inisiatif. Dalam penyusunannya ada beberapa hal yang dinilai krusial. Di antaranya tentang keterwakilan perempuan dalam unsur BPD dan teknis pengisian anggota BPD.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 110/2016 tentang BPD mengamanatkan keterwakilan perempuan dalam BPD. Minimal harus ada satu perempuan dari jumlah BPD yang berjumlah paling sedikit lima dan maksimal sembilan di setiap desa.

“Melihat peserta public hearing saya senang. Antusiasme perempuan yang datang luar biasa. Harapan kami, keterwakilan perempuan di bisa optimal. Kami akan terus memotivasi perempuan di desa berminat sebagai perangkat desa maupun anggota BPD,” kata Akhid.

Menurut dia, kegiatan ini memiliki peran penting menentukan Raperda. Setelah disahkan menjadi Perda diharapkan mampu membawa masyarakat Kulonprogo menjadi lebih baik.

BPD merupakan DPRD kecil yang ada di tataran desa. BPD yang terbentuk melalui proses yang baik bisa menjadikan peran BPD lebih efektif dan optimal. BPD akan bermitra dengan DPRD untuk mengawal perkembangan Kulonprogo.

“Dengan perencanaan, akuntabilitas akan semakin baik. BPD bisa mewakili aspirasi masyarakat desa. Hasil perencanaan desa akan lebih mudah disinkronkan dengan rencana kabupaten,” ujar Akhid.

Kulonprogo kini sebagai kabupaten smart city. Penentunya, keberhasilan Dewan menyinkronkan Sistem Aspirasiku dan Sistem Rencanaku. Jika melihat evaluasi dengan provinsi, setelah dicocokkan dengan draf terakhir yang dihasilkan sudah nyambung.

“Baik tentang alokasi jumlah anggota, kelembagaan, alat administrasi dan beberapa poin lainnya. Raperda ini terdiri dari 13 bab dan 65 pasal.,” kata Akhid.

Ketua Pansus Ajrudin mengatakan substansi Raperda BPD merupakan raperda inisatif. Petimbangannya, melaksanakan ketentuan Pasal 65 ayat (2) UU 6/2014 tentang Desa. Maka Perda 6/2017 tentang BPD perlu disesuaikan dengan membentuk Perda tentang BPD kembali.

Kepala Desa Hargomulyo Burhani Arwin mengatakan para kepala desa dan paguyuban BPD sudah sering membahas Raperda BPD. Terkait pengisian anggota BPD, cenderung pemilihan BPD melalui cara musyawarah dan mufakat.

“Alasannya, model pilihan biayanya tinggi dan rentan konflik. Selain itu, selama ini penghargaan bagi BPD dinilai masih sangat minim. Jadi untuk saat ini sepertinya musyawarah mufakat lebih baik,” kata Burhani.

Tentang peran BPD, Burhani menilai BPD efektif karena sifatnya menyederhanakan. Jika dulu bentuknya perwakilan, kini menjadi permusyawaratan. BPD diharapkan tidak hanya menjadi pendukung kebijakan desa. Fungsi independesinya bisa lebih tinnggi.

“Pemerintah desa tentu senang jika BPD bisa menjadi organ pengontrol kinerja pemerintah desa. Sehingga bisa balance. Jika ada kekurangan dalam penyelenggaraan pemerintah bisa nyemprit. Produk peraturan desa yang dihasilkan juga akan lebih baik,” kata Burhani. (*/tom/iwa/mg1)