JOGJA – Peredaran narkotika di Kota Jogja kian mengkhawatirkan. Itu terlihat dari banyaknya peng-guna dan pengedar yang dibekuk. Hanya dalam dua bulan Satres Narkoba Polresta Jogja berhasil mengamankan 23 tersangka.

Yang menarik, dari 23 tersangka di antaranya merupakan pengguna baru. Namanya Ndaru Gusti Salsabila. Remaja putri kelahiran 19 tahun lalu ini 29 April lalu di-gelandang polisi lantaran me-nyimpan sembilan butir pil riklona di dalam saku celananya.

Remaja putri yang sehari-hari bekerja sebagai karyawati swasta ini mengaku belum lama me ngenal pil dengan resep khusus dokter ini. Itu pun dari pemberian seorang teman dekatnya.

”Awalnya hanya coba-coba,” tutur Ndaru saat ungkap kasus di Mapolresta Jogja, Senin (24/6).

Saat itu, Ndaru merasa tak kuasa menolaknya. Apalagi, teman de-katnya itu sering memberikannya gratis. Tragisnya, remaja putri ber-tato ini akhirnya ketagihan dan kecanduan dengan pil tersebut.

”Karena enak, bisa bikin fly,” ucapnya.

Atas perbuatannya, Ndaru di jerat Pasal 62 juncto Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang No. 5/1997 tentang Psikotropika. Ancaman hukuman-nya penjara hingga 3 tahun.

Sementara itu, Kapolresta Jogja AKBP Armaini menyebutkan, 23 tersangka yang diamankan dari 20 kasus. Dari jumlah itu, 12 tersangka di antaranya berstatus sebagai pengedar. Lainnya peng-guna. Yang lebih memprihatinkan lagi, mayoritas tersangka berusia produktif. Rerata di kisaran 19 tahun hingga 35 tahun.

”Lima tersangka di antaranya mahasiswa aktif,” ungkapnya.

Dari 20 kasus yang diungkap, sebut Armaini, tujuh orang ter-sangka kedapatan menggunakan narkotika. Dengan barang bukti yang diamankan berupa ganja seberat 20,63 gram dan tembakau gorila seberat 34,48 gram. Sedang-kan jenis psikotropika, jumlah tersangka yang diamankan se banyak 12 tersangka. Dengan barang bukti yang diamankan berupa 141 butir aprazolam dan 11 butir riklona. Sedangkan untuk obat berbahaya, dari empat tersangka diamankan barang bukti pil yarindu sebanyak 1.418 butir.

Mantan Wakapolresta Banda Aceh ini menegaskan, akan memberikan efek jera terhadap para pengedar dan pemakai narkoba di Jogjakarta. Meski, peredaran narkotika di Jogjakarta tidak sebesar saat dirinya masih bertugas di provinsi paling utara Pulau Sumatera.

”Kami tidak mengenal tindakan non-yustisi meski temuannya kecil. Bila peran jelas dan ada barang bukti kami hadapkan ke penga-dilan,” tegasnya. (bhn/zam/ong)