JOGJA – Paguyuban Pengusaha Malioboro (PPM) tetap ngotot mulai 1 Mei 2019 mendatang, bagian depan toko mereka bebas dari pedagang kaki lima. Keberadaan PKL dinilai menghalangi usaha mereka, belum lagi dengan praktik jual beli lahan oleh PKL di Malioboro.
“Sudah kami layangkan surat ke Wali Kota Jogja, intinya mulai 1 Mei 2019 trotoar di depan toko mau kami pakai sendiri. Itu tanah bagian dari toko,” tegas Ketua PPM Budi Susilo saat beraudiensi ke Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIJ, Jumat (6/7).
Dalam pertemuan tersebut PPM menyerahkan bukti berupa bukti tanah dari Badan Pertanahan Nasional yang menunjukkan batas tanah toko hingga pinggir jalan Malioboro. “Kami hanya minta hak kami dikembalikan,” lanjut pria yang akrab disapa Cuncun itu.
Keberadaan PKL yang menutupi usaha toko juga disampaikan oleh salah seorang pemilik toko di Malioboro, Tjondro. Bahkan bagi pemilik toko batik tersebut keberadaan PKL di depan tokonya mengurangi pintu masuk dari tujuh meter tinggal sekitar tiga meter. Tak hanya itu, saat hujan, PKL mendirikan tenda hingga ketinggian dua meter lebih sehingga toko makin tidak terlihat. Dampaknya juga dirasakan dengan pengurangan tenaga kerja. “Sebelumnya ada 140 orang, sekarang tinggal 80 orang. Lha tidak laku, PKL dijaga sendiri saja bisa,” tuturnya.
Yang jadi persoalan, tambahnya, untuk produk kerajinan dan batik diambilkan dari suplier yang sama. Peningkatan pendapatan baru dirasakan saat diterapkan Reresik Malioboro tiap selasa waga, saat PKL libur, omzet toko bisa naik menjadi lima kali lipat. “Saat omzet toko naik tapi masih bayar pajak segala macam, belum gaji pegawai. PKL hanya bayar retribusi,” ketusnya.
Hal lain yang juga diungkapkannya adalah jual beli lapak PKL. Menurut Tjondro ada PKL yang memiliki lapak lebih dari lima. Bahkan beberapa diperjualbelikan kepada warga bukan Kota Jogja. PKL yang sebelumnya dipindahkan ke Taman Khusus Abu Bakar Ali pun akhirnya kembali ke Malioboro. “Karena ada yang jual,” sebutnya.
Menangapi aduan tersebut Kepala Kesbangpol DIJ Agung Supriyono meminta pada PPM untuk melengkapi data serta kondisi di lapangan. Data tersebut diharapkan bisa disampaikan ke Sekber Kawasan Keistimewaan yang sudah dibentuk bersama Pemprov DIJ dan Pemkot Jogja. “Di dalamnya ada Pemprov DIJ dan Pemkot Jogja, persoalan PKL, becak motor dan lainnya akan dibicarakan di sana,” ujarnya. (pra/din/mg1)