SLEMAN – Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme bakal menjadi gada kuat bagi kepolisian. Baik dalam pencegahan maupun penindakan. Sebab, kepolisian dapat mendasarkan berbagai upaya tersebut hanya dengan data intelijen.

Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada Muhammad Najib Azca menilai, pemanfaatan UU Terorisme dapat berjalan efektif. Hanya, tetap perlu tindakan yang hati-hati.
“Tindakan preemtif ini sangatlah perlu sebelum terjadi aksi penyerangan. Kalau dulu kepolisian tidak bisa bergerak sebelum adanya aksi penyerangan, hanya bisa mengawasi. Kalau sekarang bisa dengan tindakan justicial,” jelasnya, Senin (6/8).

Namun, dia mewanti-wanti perlu kehati-hatian dalam bertindak. Terutama dalam mengumpulkan data intelijen mengenai para terduga teroris. Perlu observasi secara menyeluruh untuk mengetahui detail informasi. Apalagi tujuan dari kegiatan intelijen adalah pengamanan terduga teroris.
Dosen Sosiologi UGM ini mengakui ada keleluasaan dalam bertindak. Terlebih tindakan pengamanan atau penangkapan dapat bermodalkan satu sumber. Yakni, intelijen. Hanya, dia mengingatkan agar tidak blunder yang berakibat salah tangkap.

“Jangan sampai terjadi peristiwa itu (salah tangkap, Red) karena kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terhadap legitimasi kepolisian. Info harus sangat akurat dan pasti. Selain itu juga jangan menerapkan kekerasan secara berlebihan,” ujarnya.

Selain data intelijen internal juga perlu pendakatan intensif kepada masyarakat. Najib menilai kedekatan terhadap masyarakat merupakan sebuah amunisi kuat. Peran pengawasan polisi akan lebih efektif dengan adanya koordinasi dengan masyarakat.

“Masyarakat inilah merupakan kekuataan riil. Dari segi jumlah, polisi khususnya yang anti terror tentu belum optimal jika harus mengawasi secara intens. Sangat pas melakukan aksi pencegahan apabila masyarakat dirangkul bersama,” katanya.

Kapolda DIJ Brigjen Polisi Ahmad Dofiri terus mendorong kepedulian masyarakat. Peran dan tanggung jawab pengawasan lingkungan, lanjutnya, bukan hanya wewenang kepolisian. Polda DIJ sendiri mengandalkan tiga pilar, yaitu bhabinkamtibnas, bhabinsa dan kepala desa untuk mengawasi lingkungannya masing-masing.

“Tiga pilar ini haruslah kuat, mewakili kepolisian, TNI dan masyarakat. Mengawasi secara intens lingkungannya terutama peran kuat masyarakat. Kenali tetangga kanan kiri, jangan apatis dan jika ada yang mencurigakan langsung dilaporkan, tapi jangan main hakim sendiri,” katanya. (dwi/mg1)