JOGJA – Menunggu selesainya proses pembangunan jalur pedestrian di Malioboro serta sentra PKL di bekas bioskop oleh Pemprov DIJ. Itu menjadi jawaban kuasa hukum wali Kota Jogja dan kepala UPT Malioboro yang digugat oleh Ketua Paguyuban Pengusaha Malioboro Budhi Susilo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jogja.
Dalam tanggapan termohon, yaitu wali Kota Jogja dan kepala UPT Malioboro yang diserahkan kuasa hukumnya dinyatakan untuk penataan PKL di Malioboro, untuk sementara waktu Pemkot Jogja masih menunggu selesainya pengerjaan revitalisasi oleh Pemprov DIJ. Karena itu saat ini pemkot belum bisa mengambil kebijakan apa pun sebelum revitalisasi kawasan Malioboro dan pembangunan sentra PKL selesai dilakukan.
Kuasa hukum wali Kota Jogja dan kepala UPT Malioboro yang diwakili Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum, Bagian Hukum Pemkot Jogja Imron Effendi juga menyatakan, terkait gugatan yang diajukan Budhi untuk menjawab surat yang dilayangkan pada 19 Juli 2018 lalu memang sengaja tidak dibalas. Itu karena surat yang dilayangkan kepada kepala UPT Malioboro dan tembusan pada wali Kota Jogja tanpa tanda tangan pengirim.
“Padahal tanda tangan itu sangat penting sebagai penanggung jawab dan petunjuk jika surat itu resmi dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya dalam persidangan di PTUN Jogjakarta, Senin (13/8).
Sedang alasan wali Kota Jogja tidak membalasnya, karena surat pada 19 Juli 2018 itu hanya ditujukan pada kepala UPT Malioboro. Wali Kota Jogja hanya mendapat tembusan. Perlakuan untuk surat tembusan, jelas dia, di Bagian Umum akan dimasukkan dalam arsip surat biasa.
Jika ditujukan pada wali Kota Jogja, sesuai UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara, jika dalam 10 surat permohonan itu tidak direspons, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan. “Masalahnya surat itu tidak diajukan ke wali Kota Jogja dan tidak ditandatangani,” ucapnya.
Imron juga membantah klaim dari Budhi yang mengatakan tidak pernah membalas suratnya. Menurut dia, saat dilakukan pertemuan di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Jogjakarta, wali Kota Jogja pernah memberikan penjelasan secara tertulis sesuai permintaan ORI tertanggal 19 Maret 2018. Wali Kota, lanjut dia, juga sudah menugaskan Bagian Hukum Kota Jogja untuk hadir dalam mediasi yang digelar ORI, 9 Mei 2018. “Saat itu saya yang hadir dan sudah kami catat dan beri penjelasan secara normative,” ungkapnya.
Sementara itu Budhi ketika ditemui seusai sidang kembali menegaskan permintaannya agar setelah Pilpres 2019 nanti atau 1 Mei 2019 di depan tokonya sudah steril dari PKL. Permintaan serupa juga untuk empat toko lainnya di Malioboro.
“Paling tidak itu sebagai contoh, terserah toko lain mau mengikuti atau tidak,” tegasnya sambil mengungkapkan memiliki bukti berupa buku tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menunjukkan batas tanah toko hingga pinggir Jalan Malioboro.
Harapan yang sama juga diungkapkan pemilik toko di Malioboro lainnya, Sudi Murbintoro yang mengaku sampai harus berganti jenis produk yang dijual untuk bisa bersaing dengan PKL. Pemilik toko Kerajinan Indonesia itu mengaku sebelumnya berjualan kerajinan sebelum ganti berjualan kaos. Meski sudah ganti produk, tokonya masih sepi karena tertutup lapak PKL. “Belum tentu tiap hari ada pembeli, karena sepi otomatis pekerja juga harus dirumahkan,” katanya. (pra/laz/mg1)