PTUN Jogjakarta Tolak Gugatan Pemilik Toko Malioboro
JOGJA – Pemkot Jogja bisa bernapas lega. Gugatan yang diajukan Ketua Paguyuban Pengusaha Malioboro (PPM) Budhi Susilo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jogjakarta ditolak. Majelis hakim berpendapat gugatan itu prematur.
Meski begitu, Budhi sudah menyiapkan langkah hukum selanjutnya. Pria yang yang akrab disapa Cuncun itu berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jogja. Hanya, Cuncun enggan membeberkan materi gugatan yang akan diajukannya.
”Sampai ketemu di PN Jogja,” ujar Cuncun pada kuasa hukum Pemkot Jogja Imron Efendi seusai sidang pembacaan putusan di PTUN Jogjakarta, Rabu (29/8).
Warga Gedongtengen itu bersikukuh upaya yang dilakukannya selama ini hanya untuk mengembalikan hak tanahnya. Lahan di depan toko yang dipakai pedagang kaki lima (PKL) selama ini adalah lahan miliknya. Itu dibuktikan dengan buku tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, Sudjono, wali kota Jogja saat itu pada 1975 meminta pemilik toko di kawasan Malioboro memundurkan bangunannya tiga hingga lima meter. Itu sebagai trotoar bagi pejalan kaki.
”Sekarang saya hanya minta trotoar di depan toko saya bersih PKL,” pinta Cuncun memberi tenggat waktu hingga 1 Mei 2019.
Terkait dengan sidang di PTUN Jogjakarta, Cuncun mengaku kecewa karena dinilai belum memenuhi syarat pengajuan permohonan fiktif positif. Itu karena suratnya yang dilayangkan pada kepala UPT Malioboro dan tembusan ke wali kota Jogja pada 19 Juli 2018 belum sepuluh hari kerja saat diadukan ke PTUN Jogjakarta.
Kendati begitu, surat yang diajukannya pada 21 Agustus 2018 kemarin mendapat balasan dari Kepala UPT Malioboro Ekwanto. Dua surat itu berisi permintaan daftar PKL yang tergabung dalam Pemalni dan Paguyuban Tri Dharma dan laporan kabel liar. Dalam surat balasannya, kepala UPT Malioboro belum bisa memberikan data PKL Pemalni dan Tri Dharma. Alasannya ada pergantian pengurus. Sedangkan kabel liar merupakan kewenangan Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah yang saat ini namanya berubah jadi Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
“Alasan karena pergantian pengurus itu seperti dibuat-buat,” katanya.
Sementara itu, Imron menganggap keputusan yang diambil majelis hakim sudah benar. Surat yang dilayangkan tidak hanya belum genap sepuluh hari. Lebih dari itu, surat tersebut juga tidak jelas ditujukan kepada siapa plus tidak ada tanda tangannya.
“Terlalu prematur belum 10 hari dan secara administrasi surat itu tidak jelas diperuntukan ke siapa,” katanya.
Untuk kemungkinan digugat lagi ke PN Jogja, Imron hanya mengatakan, “Ya kita tunggu saja.”
Terkait dengan proses penataan di Malioboro, kepala Subbagian Bantuan Hukum Bagian Hukum Pemkot Jogja itu mengatakan sudah dijawab dalam tanggapan termohon yang dibacakan pada 13 Agustus lalu.
”Pemkot Jogja masih menunggu selesainya pembangunan fisik oleh Pemprov DIJ,” katanya.
Saat ini, Cuncun juga masih menggugat Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIJ Muhammad Mansur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jogjakarta. Sama dengan gugatan ke wali kota Jogja dan kepala UPT Malioboro, Plt kepala PUP-ESDM DIJ digugat karena dalam desain pedestrian Malioboro masih menampilkan lapak PKL di depan toko. (pra/zam/mg1)