BANTUL – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul Maya Sintowati Panji sudah memprediksi sistem pelayanan kesehatan akan berjalan lebih baik sejak tiga tahun lalu. Apalagi ketika era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan berjalan. Ini dibarengi kesadaran sehat masyarakat yang terus meningkat.
”Semakin tinggi tingkat sadar sehat masyarakat Bantul. Pasti kebutuhan layanan kesehatan akan semakin tinggi,” ungkap di kantornya Rabu (10/10).
Namun, kenyataan ini berbanding terbalik dengan fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah. Kendati sudah memiliki rumah sakit tipe B, Maya sadar pemkab harus lebih proaktif. Harus menjemput bola.
”Karena ada kesenjangan pelayanan kesehatan di pemda,” katanya.
Dikatakan, pemkab tak bisa terus bergantung pada rumah sakit swasta. Seharusnya pemkab juga bisa menyediakan fasilitas kesehatan yang baik untuk masyarakat. Caranya dengan menyediakan rumah sakit tipe D di Kecamatan Bambanglipuro.
“Layanan di tingkat bawah harus diperkuat. Mulai dari puskesmas. Kalau pemerintah mampu, mengapa tidak,” jelasnya.
Pemilihan letak rumah sakit tipe D di Bantul selatan bukan tanpa alasan. Ini sebagai jawaban pemkab menyambut rencana gubernur DIJ untuk mengembangkan pariwisata di wilayah selatan.
Alasan lain didasari karena potensi untuk membangun rumah sakit tipe D di wilayah tersebut terbilang menguntungkan bagi Pemkab Bantul. Karena tidak banyak rumah sakit tipe D ada di wilayah Bantul selatan.
“Cuma ada dua rumah sakit tipe D,” katanya.
Kendati begitu, Maya belum menyebut secara pasti kapan pembangunan rumah sakit akan direalisasikan. Padahal rencana awal akan di resmikan akhir tahun ini. Menurutnya, keterlambatan diakibatkan oleh banyaknya kendala yang terjadi di luar kewenangan Dinkes Bantul.
“Pemda masih harus mempersiapkan segala hal yang diperlukan. Kendalinya di banyak pihak, jadi memang butuh proses,” tuturnya.
Ketika disinggung soal persyaratan rumah sakit tipe D, Maya menyebutkan RS tipe D tidak wajib punya ICU, selain itu di RS tersebut minimal 2 spesialis dari empat spesialis dasar yang dibutuhkan masyarakat. Yaitu penyakit dalam, anak, obsgyn dan bedah. Ketika pembangunan RS tipe D, harus memilih dua di antaranya.
“Yang sudah siap penyakit dalam dan anak. Karena sudah ada tenaga medis yang tugas belajar. Dalam waktu dekat sudah selesai tugas belajarnya,” jelasnya.
Rencana pendirian rumah sakit tipe D di Bantul pada awal berdiri setidaknya ada 30 tempat tidur. Sebagai ganti puskesmas Bambanglipuro, sudah disiapkan satu lokasi di desa Sumbermulyo. Utara puskesmas lama.
Kepala Puskesmas Bambanglipuro Tarsisius Glory mengamini pembangunan RS tipe D di tempatnya. Bahkan pembangunan RS ini sudah disiapkan konsep bangunannya. Pelayanannya juga sedikit demi sedikit disesuaikan dengan pelayanan rumah sakit. Walaupun belum maksimal.
“Perlu proses yang tidak sebentar. Pengembangannya juga harus bertahap,” katanya.
Glory menyebut pembangunan RS tipe D ini setidaknya menghabiskan lebih kurang Rp 15 Miliar. Selanjutnya ketika dibangun, akan dibuka tiga spesialis. Yaitu penyakit dalam, saraf, dan anak.
Disinggung soal perpindahan pegawai RSUD Panembahan Senopati ke RS tipe D, Glory tidak keberatan.
“Kami dengan RSUD sama-sama milik Pemda Bantul. Setidaknya bisa berkolaborasi,” katanya.
Ketua Komisi D DPRD Bantul Paidi betul-betul mendorong percepatan pembangunan RS tipe D di Bantul. Setidaknya per 1 Januari 2019 sudah bisa beroperasi. “Masih banyak kekurangan yang harus dikaji,” katanya.
Terutama kekurangan lahan. Setelah meninjau langsung lokasi pada Selasa (9/10), Paidi menyebut Puskesmas Bambanglipuro baru punya tiga hektar lahan. Sedangkan syarat RS tipe D lima hektar. Ini tentu masih kurang dua hektar lahan untuk perluasan. “Kami terus mendorong Pemda agar segera teken pembelian tanah yang kurang. Agar realisasi segera terlaksana,” tegasnya.
(ega/zam/mo2)