SLEMAN – Upaya Pemkab Sleman mewujudkan sumber daya pemerintahan yang bersih ternoda. Oleh praktik calo pengurusan e-KTP. Salah satunya di wilayah Kecamatan Ngaglik. Diduga ada perangkat desa yang sengaja memanfaatkan celah pelayanan untuk mencari keuntungan pribadi. Padahal pengurusan e-KTP tak dipungut biaya. Alias gratis.
“Ada oknum di kelurahan (balai desa) menawarkan ‘jasa’ mengurus perpanjangan e-KTP. Biayanya Rp 100 ribu – Rp 150 ribu,” ungkap seorang sumber yang menolak dikorankan identitasnya kemarin (30/10).
Sumber tersebut enggan menyebutkan nama dan desa yang dimaksud. Dia khawatir masalah itu akan berbuntut panjang. Dan berdampak buruk bagi dia dan keluarganya.
Dia hanya mengungkapkan telah diminta menyetor sejumlah uang sebagai “pelicin.” Agar pengurusan e-KTP lebih cepat selesai. “Padahal saya hanya ingin memperbarui data e-KTP. Kebetulan masa berlakunya sudah habis,” bebernya.
Sumber tersebut diberi informasi oleh si calo jika blangko e-KTP di berbagai daerah sangat terbatas. Itu yang menyebabkan proses pembuatan kartu identitas tersebut memakan waktu cukup lama. Kendati demikian, sumber tersebut tak menjelaskan ada dan tidaknya unsur pemaksaan. “Hanya menawarkan. Dengan uang itu semua langsung beres,” katanya menyitir oknum calo.
Camat Ngaglik Subagyo mengaku tak menerima laporan apa pun dari warga terkait praktik percaloan di wilayahnya. Subagyo menegaskan, warga tidak perlu menggunakan calo sebagai perantara mengurus e-KTP. Semua prosedurnya bisa diurus sendiri. “Sekarang perekaman identitas itu lebih mudah,” ujarnya.
Soal penertiban praktik percaloan, Subagyo berdalih bukan kewenangannya. Bahkan dia menyatakan tak berhak menjatuhkan hukuman kepada pergawai kelurahan yang terindikasi menjadi calo.
Ihwal keterbatasan blangko e-KTP di Ngaglik, Subagyo membenarkannya. Dalam sebulan, lembaga yang dipimpinnya hanya bisa mendapatkan jatah sekitar 200 blangko. Jatah blangko tergantung kebijakan pemerintah pusat. Kendati demikian, Subagyo menegaskan, keterbatasan blangko e-KTP tak bisa dijadikan alasan untuk praktik percaloan. Apalagi dengan memungut tarif tertentu sebagai “pelicin.”
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Sleman Jazim Sumirat menyatakan hal senada. Jazim juga belum menerima laporan praktik calo e-KTP. “Kalau pun ada (calo, Red) masyarakat bisa melaporkan kasusnya. Di mana dan modusnya bagaimanana,” ujar Jazim.
Jika memang terbukti ada oknum menjadi calo e-KTP, Jazim siap melaporkannya ke pihak berwenang. Jazim menegaskan, semua proses perekaman e-KTP di Kabupaten Sleman tidak dipungut biaya sama sekali. “Semua gratis,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota Forum Pemantau Independen (Forpi) Kabupaten Sleman Dr Hempri Suyatna menyesalkan masih adanya praktik percaloan di tengah era keterbukaan informasi publik. “Itu telah mencederai semangat mewujudkan clean government di Sleman. Di semua lini,” ujarnya.
Hempri meminta aparat berwenang segera bertindak. Menelusuri dugaan praktik percaloan tersebut. Jika tak segera ditertibkan, dia khawatir bakal berdampak buruk pada tata kelola pemerintahan di Kabupaten Sleman. Bahkan bukan tidak mungkin praktik serupa terjadi di wilayah lain.
Di sisi lain, untuk mencegah praktik percaloan Hempri meminta aparat pelayanan administrasi memberi jaminan kepastian waktu. Dan kejelasan alur pengurusan e-KTP. “Bisa jadi munculnya calo karena proses pelayanan yang memang terlalu lama,” telisiknya.
Menurut Hempri, orang-orang super sibuk cenderung “titip” uang agar proses pengurusan e-KTP lebih cepat. Daripada repot mengantre. Apalagi “hanya” Rp 100 ribu – Rp 150 ribu. “Tapi ini tak perlu terjadi. Praktik percaloan harus diberantas,” pintanya. (har/yog)