SLEMAN – Pedagang di kawasan Malioboro ikut berbenah. Kesadaran bahwa mereka hidup di kawasan jantung Jogjakarta, membuat mereka pun berpikir untuk mempercantik diri. Salah satunya dengan membuat desain lapak untuk kuliner lesehan malam hari. Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan berkonsultasi pada para ahli desain.

”Usulan desain lapak ini kami kirimkan ke Pemkot Jogja, kami berharap bisa disetujui. Desain ini kami rasa pas dengan konsep Malioboro saat ini. Kami ingin berbenah juga, karena kami ingin Malioboro Indah tanpa Memindah, yakni memindah kami para PKL,” ujar Ketua Angkringan Malioboro Yati saat audiensi ke Kantor Radar Jogja, Kamis (20/12).

Bersama delapan perwakilan paguyuban pedagang di kawasan Malioboro, Yati mengungkapkan, tak hanya desain lesehan kuliner malam hari yang mereka pikirkan, tetapi juga dari sisi kebersihan. Selain menambah sif tenaga kebersihan, para pedagang juga berinisiatif membuat ikon atau maskot kebersihan, yakni Jaka dan Lisa (Jaga Kebersihan dan Lihat Sampah Ambil).

Yati mengatakan, masalah kebersihan sudah sepakat membantu penambahan petugas kebersihan yang selama dirasa masih kurang. Menurutnya, pedagang selalu taat dan mengikuti aturan yang diberikan pemerintah, asalkan tetap dibolehkan berjualan. ”Selasa Wage, Jumat Legi kami juga ikut bersih-bersih. Bagi kami Malioboro Indah Tanpa Memindah,” tegasnya.

Koordinator Komunitas Pedagang Lesehan Malam Sukidi mengatakan, hal yang juga kerap disebut ketika musim liburan adalah terkait harga makanan di Malioboro. Menurutnya, pedagang sudah berusaha mengajak Pemkot melalui UPT atau Satpol PP untuk cek harga lapangan sebelum liburan dan selama liburan.

Dia mengatakan, kalau ada anggota yang tidak pasang harga, akan dikenai sanksi. ”Kalau ada kasus, mohon dicek kebenarannya. Misalnya ada konsumen dirugikan, asal ada bukti, tercantum nama warung dan daftar harga, akan kami tindak tegas,” katanya.

Sementara Maryono, dari Persatuan Pedagang Kaki Lima Jogjakarta Unit 37, sudah beberapa kali mengalami pergeseran lokasi. Dia berharap, tidak lagi ada perubahan. Sebab, sejak dipindah dari Nol Kilometer, baru beberapa tahun terkahir pedagang di lokasi baru mendapatkan konsumennya.

”Kami mendukung pemerintah tapi kalau digeser terus, jadinya bukan kaki lima lagi nanti,” tuturnya. (riz/ila)