Sungai di DIJ punya kekhasan. Termasuk dengan jenis ikannya. Pelepasan ikan di alam bebas bisa menjadi predator bagi populasi asli sungai.
MEITIKA CANDRA LANTIVA, Bantul
”Itu ikan jenis apa, Pak?” tanya seorang bocah sembari menunjuk ke salah satu akuarium.
Pria berkaos hitam itu lantas berbalik arah. Menghadap si bocah yang bertanya itu. Dengan detail dia menjelaskan seluk-beluk jenis ikan yang dimaksud bocah tersebut. Mulai jenis, populasi, hingga tempat habitatnya.
Di salah satu sudut di bantaran Sungai Celeng kemarin (27/1) memang dipenuhi dengan kerumunan bocah. Seusia anak SD (sekolah dasar). Mereka antusias melihat, bertanya, hingga mencermati berbagai jenis ikan yang ditempatkan di empat akuarium itu. Seolah penasaran dengan berbagai jenis ikan yang tak biasa mereka lihat.
”Semuanya (ikan dalam akuarium, Red) jenis ikan lokal,” jelas Iwan Yasmoro, pria berkaos hitam itu, kepada Radar Jogja.
Di antara ikan lokal itu adalah derbang (wader abang), serepeng, betik, silifis Jowo, tawes, bales, gowo, kuthuk, dan wader. Semuanya dari berbagai sungai yang melintas di DIJ.
Memang, Iwan kemarin sengaja diminta panitia Merti Kali Celeng. Untuk mendirikan stan ikan. Panitia berharap Iwan memberikan edukasi seputar ikan lokal kepada para pengunjung. Khususnya anak-anak.
”Agar masyarakat paham bahwa ikan lokal sungai sebagai identitas perlu dilestarikan,” tuturnya.
Dalam komunitas pelestari sungai, Pria yang tinggal di Dusun Sawit, Panggungharjo, Sewon, ini dikenal sebagai pemerhati ikan. Dia telah lama menelusuri berbagai jenis ikan khas sungai. Bersama Wild Water Indonesia. Saking lamanya itu, Iwan bisa membuat klasifikasi jenis ikan lokal. Berdasarkan sungainya. Juga berdasarkan kekuatan aliran sungai hingga hulu dan hilirnya.
Karena itu pula, setiap sungai punya ikan khas. Sekalipun sama-sama mengalir dan melintas di DIJ. Yang pasti, berdasarkan pemetaannya, ada tiga sungai besar di DIJ yang memiliki sistem independen. Yakni, Sungai Opak, Progo, dan Serang. Yang lain hanya menginduk pada salah satu dari tiga sungai ini. Sungai Celeng, contohnya. Sungai yang melintas di sebagian wilayah Imogiri ini menginduk pada Sungai Opak.
”Nah, ikan-ikan lokal di sungai ini bisa untuk hias dan konsumsi pula,” ungkapnya.
Dengan mengetahui pemetaan ini, pria berusia kepala empat ini memberikan trik-trik perawatannya. Ikan yang hidup di hulu sungai, misalnya. Ikan dengan ukuran sedang ini harus berada di air yang berkualitas. Sebab, kualitas air di hulu lebih baik dibanding dengan hilir.
”Kalau ikan di hilir biasanya cenderung berukuran lebih besar,” bebernya.
Meski telah terpetakan, berbagai jenis ikan lokal ini bisa punah. Menurutnya, ada beberapa penyebab. Di antaranya, sampah dan ilegal fishing.
”Seperti menggunakan alat setrum dan obat,” ingatnya.
Penyebab lain adalah invasi ikan asing. Invasi ini biasanya disebabkan pelepasan ikan. Iwan menilai, pelepasan ikan di sungai memang sebagai upaya pelestarian. Namun, salah pilih jenis ikan bisa berakibat fatal. Bisa jadi ikan tersebut justru menjadi predator.
”Karena perkembangbiakkannya cepat, populasinya (ikan yang dilepaskan, Red) bisa mengalahkan ikan lokal,” lanjutnya.
Dia pun berharap agar pelepasan ikan memperhatikan lokasi sungainya. Dengan begitu, populasi ikan lokal tetap terjaga.
”Lele dumbo, nila, dan mujahir boleh dilepas,” sebut Iwan menyebut tiga jenis ikan itu sebenarnya dikategorikan ikan asing.
Melalui edukasi yang dia berikan, tidak sedikit pengunjung yang tertarik budidaya ikan lokal. Lantaran perawatannya sangat mudah.
”Rasanya juga khas dan gurih jika dimasak,” tambahnya. (zam/tif)