SLEMAN- Bukan hanya bencana hidrometeorologi yang mengancam wilayah DIJ. Gunung Merapi juga terus menunjukkan aktivitas vulkanik.
Dari pengamatan di Pos Gunung Merapi Kaliurang Senin (18/2), awan panas kembali meluncur dari puncak menuju Kali Gendol. Jarak luncuran wedhus gembel mencapai satu kilometer. Tercatat sembilan kali luncuran. Sejak pukul 06.00 hingga 12.00. “Itu yang terpantau kamera CCTV,” ungkap Petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang Heru Suparwoko.
Tinggi kolom awan panas terpantau mencapai 400 meter ke arah timur dan timur laut. Menurutnya, tinggi kolom wedhus gembel tersebut tak berpengaruh pada dunia penerbangan. Awan panas tersebut hanya menimbulkan hujan abu vulkanik tipis di Dusun Kalitengah Lor, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman. “Kami telah berkoordinasi dengan bandara (Adi Sutjipto, Red) dan ini belum jadi masalah,” kata dia.
Selain luncuran wedhus gembel, data seismik PGM Kaliurang merekam terjadinya 18 kali gempa guguran berdurasi 21 – 71 detik. Mengakibatkan lelehan lava pijar meluncur ke arah Kali Gendol. Dengan jarak luncur terjauh 900 meter.
Heru memperkirakan aktivitas guguran lava akan terus berlangsung hingga batas waktu yang tak bisa ditentukan. Meskipun kondisi kubah lava Merapi masih stabil dan belum banyak berubah. “Setiap hari pasti ada guguran lava dan masih didominasi mengarah ke Kali Gendol,” jelasnya.
Melihat kondisi tersebut Heru mengimbau masyarakat terus waspada. Khususnya bagi masyarakat di lereng Merapi. Agar mematuhi jarak aman tiga kilometer dari puncak. Pun demikian bagi wisatawan yang sedang berkunjung ke lereng Merapi.
Hal yang tak kalah mengkhawatirkan adalah potensi bencana hidrometeorologi di sepanjang aliran sungai berhulu puncak Merapi. Sebab, hujan deras masih sering mengguyur puncak gunung paling aktif di Indonesia itu. Itu artinya, potensi lahar hujan sangat mungkin terjadi. Mengingat puncak Merapi terus mengeluarkan material vulkanik dari dalam perut bumi.
Meski tak setiap hari hujan deras mengguyur area puncak, intensitasnya tergolong tinggi. Seperti terpantau kemarin siang sekitar pukul 13.00. Curah hujan di puncak mencapai 74,5 mm. “Potensi lahar hujan tetap harus diwaspadai,” ingatnya.
Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan Heri Suprapto membenarkan, hujan deras yang mengguyur puncak Merapi kemarin menyebabkan lahar hujan di aliran Kali Gendol. Lahar hujan meluncur sejauh lima kilometer dari puncak. Sampai ke perbatasan Kaliadem – Jambu, Cangkringan.
Kendati demikian, menurut Heri, lahar hujan tersebut tidak menimbulkan kepanikan warga setempat. Keberadaan petugas pemantau lahar hujan menjadi alasannya. “Sebelum terjadi lahar hujan, (penambang pasir, Red) sudah evakuasi terlebih dahulu,” katanya.
Heri tak menampik masih tingginya aktivitas penambangan pasir di Kali Gendol. Para penambang bukan saja terancam guguran dan awan panas Merapi. Tapi lahar hujan yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Itulah yang dikhawatirkannya, meskipun sudah ada tim pemantau lahar hujan.
Soal luncuran awan panas, klaim Heri, juga tak membuat aktivitas warga terganggu. Meski munculnya wedhus gembel didahului suara gemuruh. Namun bagi warga Cangkringan dianggap hal biasa. Karena mereka telah memahami karakteristik Merapi.
Sementara itu, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogjakarta Hanik Humaida mengatakan, potensi hujan abu akibat awan panas MErapi sangat tergantung pada arah dan kecepatan angin. “Dari situ nanti bisa dilihat kawasan mana saja yang berpotensi terjadi hujan abu,” jelasnya.
Meski Merapi terus bergejolak, BPPTKG Jogjakarta belum akan mengubah rekomendasi radius batas aman dari puncak sejauh tiga kilometer. Statusnya juga masih tetap pada level waspada. (har/cr9/yog/tif)