DITILIK secara usia, jika menggunakan dasar Kayu Arahiwang yang ditemukan di Desa Borowetan, Kecamatan Banyuurip, di tahun 2019 ini seharusnya Purworejo berusia 1.118. Penggunaan dasar itu dinilai kurang tepat. Tercatat ada 47 wilayah di Jawa Tengah yang juga ditemukan prasasti sejenis.
Tidak ada satu pun daerah yang menggunakan dasar prasasti itu sebagai pijakan untuk penentuan hari jadi. Ditilik dari adanya pemerintahan, hal itu sebenarnya sah-sah saja, namun dinilai kurang akurat.

“Hari jadi yang sekarang kita peringati ini adalah pengembalian konkret sejarak di mana saat itu, di tanggal 27 Februari, Belanda membuat pemerintahan yang ada di Purworejo,” jelas Ketua DPRD Purworejo Luhur Pambudi Selasa (26/2).

Ada keprihatinan dari Luhur Pambudi yang melihat saat dilakukan peringatan Hari Jadi Kabupaten Purworejo dengan dasar Kayu Arahiwang, muncul demo-demo dari masyarakat. Masa yang berbeda setiap tahun, baik yang sedikit atau yang besar menunjukkan jika masyarakat membutuhkan sebuah dasar yang kuat untuk menentukan hari jadi.

Dibahas dalam Pansus 47 yang diketuai Sutarno, akhirnya Perda No 1 Tahun 2019 berhasil disepakati oleh Bupati Agus Bastian dan Ketua DPRD Luhur Pambudi Mulyono pada hari Selasa, 13 November 2018. Selanjutnya perda itu menjadi dasar peringatan Hari Jadi Purworejo dan diperingati mulai tahun 2019 ini.

Luhur Pambudi mengungkapkan, proses pembahasan yang dilakukan dalam Pansus 47 memang berjalan cukup panjang. Dari beberapa kajian yang ada, menunjukkan bahwa proses terjadinya pemerintahan di Purworejo terjadi mulai tanggal 23-27 Februari di tahun 1831.

“Dari hasil analisa pansus yang didasarkan hasil kajian universitas menunjukkan jika tanggal 27 Februari menjadi tanggal yang paling tepat,” tambah Luhur. Penentuan tanggal tersebut amat kuat karena proses penyerahan surat pengangkatan sebagai bupati pertama. Hal ini tidak berdasarkan pesanan dari pihak-pihak tertentu, namun benar-benar disesuaikan dengan fakta sejarah yang ada.

Luhur menolak jika dalam penentuan hari jadi didasarkan pada istilah Indonesia sentris atau Belanda sentris. Hal ini tidak dikaitkan dengan istilah tersebut, karena memang faktanya saat itu memang Belandalah yang menyatakan keberadaan Purworejo dan dibuktikan dengan beberapa catatan tertulis. “Kalau kita mau berbicara nasionalisme, ya saat inilah kita +membangun bangsa ini supaya merdeka yang sejati,” katanya.

Salah satu upaya untuk membangun bangsa itu bisa dilakukan dengan membangun karakter anak-anak muda sejak dini. Dia akan mendorong generasi muda yang bertanggung jawab. Merealisasikan hal itu, akan diinisiasi munculnya peraturan daerah (perda) kepemudaan, di mana salah satu sasaran terbesarnya adalah bela negara.

Siswa yang belajar di sekolah setingkat SLTA akan diwajibkan mengikuti pelatihan bela negara oleh kabupaten. Ini akan melibatkan beberapa unsur mulai dari pemkab, TNI dan Polri. Seorang anak setidaknya akan mengikuti proses pelatihan itu selama tiga hari.

“Ini akan diperkuat perda, tujuannya agar orang Indonesia semakin nasionalis dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, terutama yang ada di Purworejo ini,” jelas Luhur. Bentuk-bentuk rasa tanggung jawab, menurut Luhur, juga harus ditanamkan. Setidaknya jika sejak awal anak diajarkan untuk bertanggung jawab bagi dirinya dan keluarga, akan memunculkan output yang baik, tidak saja untuk dirinya tapi juga orang lain.

“Jika rasa itu itu sudah tertanam kuat, dia akan teruji. Kalau jadi petani pun akan jadi petani yang bertanggungjawab. Jadi tentara atau polisi juga yang betul, pejabat atau presiden pun juga betul,” kata Luhur.  Disinggung mengenai harapannya dengan peringatan hari jadi ke-188 yang pertama kali diperingati ini, Luhur mengungkapkan jika Pemerintah Kabupaten Purworejo harus melakukan sebuah lompatan besar atau quantum leap guna mengejar ketertinggalan dengan daerah lain.

Sebuah semangat telah disematkan dan dideklarasikan di akhir tahun lalu yakni Purworejo adalah kota pejuang. Ini memiliki makna besar di mana Purworejo bukan lagi kota pensiun, namun memiliki sebuah semangat untuk menjadi pejuang yang tanggung, menjadi orang yang bisa diandalkan. “Jadi orang hebat di manapun mereka berada,” katanya.

Selain itu, ada sebuah kesepakatan bersama untuk menjadikan kata Purworejo Mulyo menjadi sebuah yel-yel. Tidak sekadar yel, namun juga menjadi doa untuk menuju Purworejo yang lebih baik. (*/udi/laz/mg4)