SLEMAN – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menargetkan tahun 2019 Sleman bisa menenemukan sekitar 1.800 kasus Tuberculosis (TB). Angka ini meningkat dari tahun 2018 yang ditargetkan temuan 1.412 kasus.

Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Dulzaini menjelaskan, semakin banyak kasus TB ditemukan, bisa menekan penularan penyakit tersebut. “Kalau tidak ditemukan, otomatis belum diobati. Sehingga potensi menularnya semakin besar,” jelas Dulzaini (10/3).

Dia mengatakan, pada 2018 pihaknya menemukan 1.013 kasus TB. Namun, masih banyak kasus TB yang belum ditemukan.

Sehingga pada 2019, target temuan TB ditambah menjadi 1.800 lebih. Baik itu TB paru, kulit, tulang, getah bening, dan sebagainya. “Kalau 2018 target dari Provinsi 890, dan itu sudah terlampaui,” kata Dulzaini.

Kendati masih belum banyak kasus TB yang ditemukan, dalam hal pengobatan, pihaknya mengklaim melebihi target Kemenkes. Dari Pusat, target pengobatan 90 persen. “Untuk pengobatan, kami telah mencapai 90 persen lebih,” kata Dulzaini.

Dia menjelaskan, sebanyak 25 Puskesmas yang ada di Sleman siap mengobati kasus TB. Untuk rumah sakit ada RSUD Sleman, RSA UGM dan RSUP Dr Sardjito.

“Kami juga sudah ada alat untuk mengetes dahak. Apakah positif TB atau tidak. Namanya Tes Cepat Molekuler (TCM). Bulan ini, RSUD Prambanan juga menerapkan tes tersebut,” ungkap Dulzaini.

Kabid Penanggulangan Penyakit, Dinkes Sleman, Novita Krisnaeni meminta masyarakat segera ke dokter. Terutama jika menderita batuk berdahak lebih dari dua minggu. “Itu bisa saja kena TB,” kata Novita.

Dia meminta agar dalam pengobatan, mereka yang terkena TB teratur meminum obat. Sebab, jika tidak teratur, menyebabkan resistensi dan semakin berbahaya.

“Kalau sudah masuk Multidrug Resistant TB (MDR-TB) akan semakin sulit diobati,” jelas Novita.

Pada 2018, kata dia, pihaknya berusaha menemukan sebanyak 25 kasus MDR-TB. Namun yang ditemukan hanya 14. Pihaknya khawatir, jika menular, virus TB yang ditularkan merupakan virus yang juga resisten terhadap obat.

“Jadi, kalau pengobatan TB itu harus tuntas. Memang prosesnya lama. Dan obat itu ada efek sampingnya. Tapi kalau minum obatnya tidak tuntas, menyebabkan virus TB kebal terhadap obat. Bisa menyebabkan penderita meninggal,” ingat Novita. (har/iwa/er/mg2)