JOGJA – Hanya dalam waktu sepekan, enam nyawa di Tegalrejo dan Pakualaman melayang karena menenggak minuman beralkohol (mihol) oplosan. Keberadaan Perda nomor 12 tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Mihol serta Pelarangan Oplosan diminta diefektifkan.
“Semua orang saya rasa sudah mafhum tentang bahayanya (mihol oplosan). Tapi tetap hal bodoh ini terjadi lagi,” ujar anggota DPRD DIJ Huda Tri Yudiana saat ditemui Radar Jogja, Senin(18/3).
Menurut dia, sosialisasi bahaya mihol telah dilakukan. Begitu pula dengan Perda yang mengaturnya serta ketegasan penindakan oleh aparat hukum yang selalu digalakkan. Huda pun mengajak masyarakat untuk turut aktif mencegah hal serupa terulang. Dia ingin agar masyarakat proaktif untuk melaporkan tindakan pelanggaran tersebut. “Supaya bisa dicegah tidak terjadi lagi. Sebab, dalam menindak masalah ini peran aparat saja dianggap tidak cukup,” katanya.
Pemberantasan masalah tersebut dijelaskan Huda, juga harus dilakukan sampai ke akar-akarnya. Para pengedar atau pembuat mihol harus diberi sanksi tegas agar jera. Politikus PKS itu berharap kelak masyarakat kian sadar akan bahaya mihol. “Yang perlu sekarang dalam pencegahan, pelaporan, dan sosialisasi,” tuturnya.
Penilaian Huda itu sama dengan Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi. Menurut dia, peredaran mihol oplosan kerap bergerilya. Tidak memiliki toko dan mengandalkan pesanan. “Kalau yang kafé pasti kami tertibkan, tapi kalau untuk mihol oplosan itu memang tidak mudah. Jualannya di rumah, tertutup, dan hanya kepada yang kenal saja,” katanya beberapa waktu lalu.
Untuk peracik dan penjual mihol racikan di Pakualaman, Kapolsek Pakualaman Kompol Herman Pratikto memastikan penyelidikan masih berlangsung. Pasca kejadian, anggotanya segera bergerak. Tujuannya untuk melacak kemungkinan penjual warga sekitar. Bermodalkan alat bukti untuk melacak asal muasal mihol racikan. “Kami bersama penyidik Satreskrim Polresta Jogja tetap melacak,” tegasnya.
Sementara itu untuk penyebab meninggalnya tiga warga Pakualaman, diyakini karena tingginya kadar alkohol. Indikasi ini muncul dari dua korban mihol racikan yang sempat masuk IGD RS Jogja, Ari Prabowo dan Kustanto Sutrisno.
Staf Rawat Jalan IGD RS Jogja Adi Setiawan mengungkapkan kedua peminum mengalami intoksikasi atau keracunan. Asalnya dari cairan yang masuk dan mengendap di lambung. Dikuatkan adanya cairan hitam yang dimuntahkan keduanya.“Cairan hitam ini adalah ciri dari pendarahan dalam. Kalau untuk alkohol on set-nya relatif lama,” jelasnya ditemui di RS Jogja.
Jeda waktu inilah yang menyebabkan jarak konsumsi dan dampak cukup lama. Seperti diketahui ketiga peminum mengonsumsi mihol racikan Sabtu (9/3). Yang meninggal pertama, Kusmedi Rabu (13/3) belanjut Ari Prabowo, Kamis (14/3) dan Kustanto, Sabtu (16/3).
Alkohol tepatnya ethanol memiliki tingkat keasaman tinggi. Terdeteksi di lambung dan darah peminum miho. Inilah yang menyebabkan organ tubuh dalam rusak. Diawali dengan pendarahan lambung dan saluran pencernaan. “Meningkatkan keasaman tubuh yang lalu merembet ke liver, ginjal hingga jantung. Lalu muncul pandangan kabur atau buta akibat dari kerusakan sistem syaraf,” ujarnya.
Berdasarkan catatan pemeriksaan dokter, kandungan kalium dalam tubuh para peminum tinggi. Dampaknya adalah detak jantung meningkat drastis. Bahkan pada kasus hiperkalemia berat, jantung dapat berhenti berdetak dan menyebabkan kematian.
Adi menuturkan kalium memiliki perang penting terhadap fungsi jantung. Juga bagi kontraksi otot, pencernaan dan fungsi otot. Apabila kandungan kalium meningkat tentu berdampak pada sistem syaraf dan otot.
“Dalam tubuh Ari Prabowo kandungan kalium sangat tinggi. Imbasnya jantung berdetak diatas angka normal. Lalu gagal nafas hingga jantung berhenti berdetak,” katanya. (cr9/dwi/pra/mg2)