Talud Sungai Winongo sepanjang 50 meter di Mancasan, Wirobrajan, Kota Jogja, roboh Sabtu malam (23/3), tepatnya pukul 19.18. Meski tidak berdampak pada hunian, ambrolnya talud ini memutus aksesbilitas warga.

Ketua RW 09 Mancasan Rustamaji, 54, mengungkapkan, tanda retakan telah muncul sepekan lalu. Ada dua penyebab munculnya retakan berimbas pada longsor. Pertama, pecahnya saluran air yang mengarah ke Sungai Winongo.
“Pipa pecah dalam tanah, jadi airnya rembes. Ditambah posisi talud pas belokan sungai. Posisi ambrol persis dengan lokasi retakan itu,” jelasnya.

Posisi ambrolnya talud saat ini tidak terlalu berdampak pada hunian. Rustamaji justru mengkhawatirkan talud sisi utara. Ini karena talud sungai berdiri persis di atas hunian warga. Setidaknya ada 10 rumah dengan masing-masing dihuni satu hingga tiga kepala keluarga.

“Kalau dari lokasi ambrol saat ini sekitar 100 meter ke utara. Kalau hujan terus seperti ini, dikhawatirkan ada potensi retakan. Ini kan pas lahan kosong tapi yang sisi utara itu ada hunian. Sementara ini cuma bisa wanti-wanti warga agar waspada,” katanya.

BPBD Kota Jogja mencatat ada beberapa talud sungai labil, karena kondisi sisi dalam talud terus tergurus. “Baik oleh aliran sungai maupun air yang meresap ke dalam tanah,” kata Kepala Pelaksana BPBD Wahyudi.

Ia menyebut seperti yang terjadi di Mancasan, Wirobrajan itu. Dikatakan, kontur tanahnya masih labil karena dulu bekas pembuangan sampah. “Lalu kawasan yang berada di arah belokan arus sungai juga rawan karena arus air langsung menabrak dinding talud,” jelasnya.

Terkait retakan, sejatinya telah terpantau. Namun ibarat bom waktu, runtuhnya talud tidak bisa diprediksi. Jajarannya hanya bisa mengantisipasi dengan pemantauan. Sementara untuk talud ambrol diakali dengan pemasangan bronjong.

Dari beberapa kasus, volume tanah talud memang berkurang. Alhasil pondasi talud tidak cukup kuat menahan arus sungai. Ada beberapa penyebab berkurangnya tanah di balik talud. Namun paling utama adalah rembesan air dan arus sungai. (dwi/laz/tif)