Agung mengatakan, pembangunan sabuk hijau untuk kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) bisa disinkronisasi dengan usaha tambak. Para petambak juga siap dilibatkan. Tenaga dari petambak bisa didayagunakan untuk merawat pohon cemara udang sebagai sabuk hijau. “Dengan begitu akan timbul simbiosis mutualisme,” katanya, Jumat (29/3).
Ketua Paguyuban Penginapan Pantai Glagah, Bento Sarino mengungkapkan hal senada. Penggusuran penginapan untuk penataan kawasan pantai oleh pemkab juga perlu kaji ulang. Terlebih sebagian kamar inap kini juga diandalkan para pekerja di proyek NYIA untuk indekos.
Menurutnya, mayoritas pemilik penginapan juga warga terdampak bandara. Usaha penginapan juga menjadi pendukung pariwisata. Menjadi tempat singgah bagi wisatawan yang berkunjung ke Pantai Glagah. “Jika tidak ada penginapan atau jauh dari lokasi pantai justru malah menyulitkan wisatawan luar daerah,” ungkapnya.
Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo menegaskan, proses penggusuran tempat usaha, termasuk tambak udang untuk penataan kawasan Pantai Glagah dan pembangunan sabuk hijau di selatan NYIA masih menunggu MoU antara Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, PT Angkasa Pura 1 dan Pura Pakualam selaku pemilik lahan. “Sembari menunggu MoU, pemkab tengah mencari solusi terkait nasib pelaku usaha terdampak. Solusi diperlukan agar proses penggusuran yang merupakan tahap awal penataan kawasan tidak menimbulkan polemik,” tegasnya.
Menurutnya, keterlibatan AP1 dan Pura Pakualam untuk ikut memecahkan permasalahan ini sangat diperlukan. Pelaku usaha terdampak diharapkan bisa urun rembug, sebab ia meyakini setelah kawasan ditata, bakal berdampak positif di sektor ekonomi masyarakat.
Dia berharap bisa kerjasama dengan penghuni di sana (pelaku usaha) untuk membangun wisata baru di Glagah. Dibutuhkan sikap saling menghormati dan komitmen. “Ketika dalam aturan tidak boleh ada hunian atau penginapan di kawasan pantai, ya harus ditaati,” ujarnya. (tom/din/mg1)