SLEMAN – Menjelang ibadah puasa Ramadan, warga menggelar tradisi nyadranan atau nyadran. Salah satunya di Kampung Kragilan, Sinduadi, Mlati.
Acara tersebut diselenggarakan masyarakat setempat di kompleksa Makam Kampung Kragilan, Minggu (28/4). Tradisi ini biasa dihelat pada bulan Ruwah menjelang Ramadan, bertujuan mendoakan para leluhur. Serta anggota keluarga yang telah berpulang.
Sesepuh Kampung Kragilan, Rama Kanjeng Raden Tumenggung Haji (KRTH) Gondosupadmo menjelaskan, tradisi Nyadran di Kampung Kragilan baru kali pertama dilakukan. Diikuti seluruh warga dan menggelar doa bersama.
Selain itu, Nyadran bisa menjadi pengingat bagi masyarakat yang mengikuti, bahwa nantinya semua akan kempali kepada yang Maha Pencipta. “Sebagai pengingat bahwa nantinya semua akan mati dan kembali,” jelas Gondosupadmo kepada Radar Jogja.
Usai tahlil dan doa bersama, masyarakat melakukan nyekar (tabor bunga) disetiap makam keluarga. Maupun leluhur yang telah tiada.
Salah seorang warga Kampung Kragilan, Sumiyati, 35, mengaku selalu ikut tradisi Nyadran yang baru dilakukan sejak tiga tahun lalu. Sebelumnya, Nyadran dilakukan sendiri oleh beberapa kelompok pengajian. Dan tidak bebarengan.
“Baru tahun ini dilakukan bersama-sama satu kampung,” kata Sumiyati.
Menurut Sumiyati, acara Nyadran kali ini bisa membangun kerukunan antarwarga. Hal ini dibuktikan dengan adanya 27 ekor ingkung ayam yang siap dinikmati selepas acara. Ingkung yang dibuat, berasal dari setiap Rukun Tetangga (RT) yang berada di Kampung tersebut.
Selain itu, dalam acara tersebut, tidak hanya umat muslim yang datang mengikuti acara. Warga nonmuslim turut andil dalam tradisi Nyadran. Untuk mendoakan keluarga, serta mengikat persaudaraan dengan warga lainnya. (cr7/iwa/by)