SLEMAN – Selama beberapa tahun terakhir ini hasil panen di Kabupaten Sleman selalu melimpah. Itu membuat Sleman yang telah dikenal sebagai lumbung padi atau penyangga pangan DIJ selalu mengalami surplus beras. Bahkan surplus gabah tahun ini mencapai 48 persen.

Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun mengatakan, surplus gabah itu dimanfaatkan Pemkab Sleman untuk meningkatkan nilai tukar bagi para petani. Caranya dengan memproduksi Beras Sleman.

”Jadi, Beras Sleman ini beras yang asalnya dari Sleman, dilabeli Sleman dan dijual dengan harga Sleman,” kata Muslimatun di kantornya, Selasa (14/5).

Berdasar surat edaran Bupati Sleman, petani Sleman harus menyediakan sekitar 60 ton beras per tahun. Sebanyak enam ton per bulan di antaranya disalurkan untuk mencukupi kebutuhan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemkab. Sedangkan empat ton Beras Sleman per bulan disalurkan ke toko swalayan.

Kendati begitu, Muslimatun optimistis produksi Beras Sleman mampu mencukupi kebutuhan ASN.

”Semua pegawai di Sleman sebagai tanggung jawab moral wajib membeli Beras Sleman,” tegasnya.

Guna menjaga jumlah produksi, kata Muslimatun, pemkab membentuk kerja sama dengan para petani. Dinas Pertanian, Pangan dan Kelautan (DP3) Sleman menyebutnya sebagai three leg atau tiga kaki.

”Pertama, kami membentuk di Sleman Barat, yaitu Sidomulyo. Lalu, Sleman Tengah di Ngaglik, dan Sleman Timur di Berbah,” jelasnya.

Terkait upaya menjaga kontinuitas produksi Beras Sleman, lanjut Muslimatun, pemkab akan mendampingi dari hulu hingga hilir. Alias sejak proses penyiapan lahan hingga penjualan. Yang berbeda, pemkab juga melakukan intensifikasi pertanian. Pemkab membantu petani dalam pemilihan bibit dan pupuk.

”Juga ada penyesuaian tanah dengan bibit dan pupuk. Ini sudah ada penelitiannya,” katanya.

Intensifikasi pertanian ini, Muslimatun menekankan, harus dibarengi dengan aturan dari DP3. Juga sinergitas dengan para petani.

”Jadi, antara dinas dan petani harus punya pemahaman dan visi yang sama,” bebernya.

Muslimatun juga mengingatkan agar memperhitungkan berbagai aspek saat menanam padi. Mulai waktu tanam hingga jenis padi yang ditanam. Khawatirnya, hasil produksi musim tanam serentak bisa turun lantaran serangan hama.

”Terutama hama tikus di Sleman bagian barat itu datang karena pola tanam yang tidak serentak,” ungkapnya.

Karena itu, pemkab akan menerapkan sistem blok. Dengan sistem ini petani diminta untuk menanam padi dengan cara konvesional. Dengan jajar legowo atau mina padi, misalnya.

”Ini merupakan bagian dari intensifikasi tadi, sehingga bisa efektif, efisien, dan hasilnya maksimal,” sebutnya.

”Walaupun memang, untuk mengubah pola tanam ini sulit, tapi kami yakin perlahan bisa, seperti di Sleman bagian timur itu bukan hanya padi tapi juga palawija, sehingga hasilnya bisa maksimal,” sambungnya.

Seperti beberapa daerah lainnya, lahan pertanian di Sleman juga dibayangi dengan alih fungsi lahan. Di mana setiap tahun ada sekitar 100-an hektare lahan pertanian subur yang beralih fungsi. Namun, Muslimatun yakin produksi beras di Sleman tetap surplus. Dengan begitu, produksi Beras Sleman tetap terjaga.

”Di Sleman bagian timur rata-rata per hektare itu panen 6,5 ton. Kalau barat 3,5 ton per hektare,” ujarnya. (har/zam/rg)