GUNUNGKIDUL – Memasuki musim kemarau membuat sejumlah wilayah mengalami kekeringan dan krisis air bersih. Penduduk sulit mendapatkan air bersih. Air telaga berangsur surut.
Seorang warga Padukuhan Ngricik, Desa Melikan, Kecamatan Rongkop, Ratmin, 56 tahun, sering memanfaatkan air Telaga Banteng. Air telaga kini tinggal seperempat dari biasanya.
“Air telaga untuk minum ternak dan mencuci pakaian. Air untuk kebutuhan rumah tangga beli dari tangki swasta,” kata Ratmin, Senin (27/5).
Dia membeli air dari tangki swasta sejak awal April, karena tampungan air hujan habis. Sebanyak 5.000 liter air bersih seharga Rp 120 ribu. Air dimasukkan ke bak penampungan air.
Warga Mijahan, Semanu, Karno, 60 tahun, mencuci pakaian di telaga setempat. Debit air telaga sudah surut karena sudah tidak lagi turun hujan.
“Keberadaan telaga ini sangat membantu kebutuhan masyarakat. Untuk air bersih keperluan rumah tangga kami mengandalkan dari air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),” kata Karno.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Edy Basuki mengatakan, bulan ini, sejumlah desa mulai kesulitan air bersih. Meliputi Kecamatan Panggang, Purwosari, Saptosari, Girisubo, dan Rongkop.
“Kami menyiapkan 2.000 tangki air bersih. Didistribusikan menggunakan tujuh armada truk tangki,” kata Edy.
Per tangki sebanyak 5.000 liter air bersih. Dalam setahun, BPBD Gunungkidul mengirimkan air kepada warga mencapai 10 juta liter air bersih.
“Kami menerima laporan sejumlah desa mulai mengajukan permohonan droping air di kecamatan. Untuk bantuan droping, BPBD mulai dilakukan akhir bulan ini,” ujar Edy. (gun/iwa/zl)