SLEMAN – Beruntung bagi calon siswa yang namanya sudah masuk daftar diterima pada sekolah tujuan. Sesuai pengumuman hasil seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMP negeri 2019 di laman ppdb.slemankab.go.id pada Kamis (4/7). Meskipun hasil pengumuman itu tidak sempurna. Dinas Pendidikan Sleman menyatakan nama-nama siswa yang tercantum pada pengumuman tersebut tak bisa diganggu gugat. Sementara saat itu masih ada 260 nama calon siswa yang hilang atau bermasalah. Jumlah itu sekitar dua persen dari total 12.500 pendaftar PPDB.
Berdasarkan hasil musyawarah pejabat dinas pendidikan dan para kepala sekolah SMP negeri, ke-260 siswa tersebut tetap akan diakomodasi. Asal nilai mereka masuk kriteria pada pilihan pertama, kedua, maupun ketiga sekolah yang dituju. Dinas menggaransi para calon siswa tersebut tetap akan diterima di sekolah terkait.
Masuknya nama mereka di sekolah tertentu tak akan mengubah status calon siswa lain yang ‘terlanjur’ diumumkan bahwa telah diterima. Siswa tersebut tak akan tergeser meskipun nilainya lebih rendah dibanding nama yang belakangan masuk. Konsekuensinya, sekolah harus menambah kuota kursi. Solusi itu menjadi win-win solution akibat kisruh pada sistem pe-ranking-an di website pengumuman PPDB.
Kepala Dinas Pendidikan Sleman Sri Wantini tidak menampik adanya permasalahan tersebut. Dia berdalih, kekacauan yang terjadi akibat kesalahan sistemik. Di mana siswa yang seharusnya bisa diterima di sekolah pilihan pertama justru terlempar di pilihan ketiga. Bahkan ada yang namanya hilang.
“Kami beri kesempatan sekolah menambah kuota siswa. Ini sebagai jalan tengah atas persoalan tersebut,” ujarnya Jumat (5/7).
Keputusan tersebut diambil menyusul kesepakatan antara sekolah dengan dinas pada Kamis (4/7) malam. Para kepala sekolah diminta menelusuri data calon siswa yang mendaftar di sekolah masing-masing. Untuk disesuaikan dengan kriteria sekolah yang dituju. Penelusuran berbekal berkas pendaftaran.
Hasil penelusuran tersebut menjadi dasar untuk menentukan calon siswa terkait diterima atau tidak di sekolah tujuan. Baik pilihan satu, dua, atau tiga. Dasarnya tetap pada peringkat. Diurutkan nilai yang tertinggi.
Wantini menegaskan, pemeringkatan itu hanya bagi calon siswa yang namanya sempat hilang. Terpisah dari daftar yang telah diumumkan di laman ppdb.slemankab.go.id pada Kamis (4/7). Artinya, tak semua nama calon siswa yang hilang atau bermasalah pasti diterima di sekolah tujuan. Makanya sangat mungkin ada siswa yang tak diterima di sekolah negeri. Karena nilainya kalah bersaing. Itu juga mengingat keterbatasan penambahan kuota tiap sekolah.
“Mau tidak mau karena ini sistem seleksi jadi akan menyisihkan siswa yang nilainya tidak masuk kriteria,” jelasnya. “Hasilnya akan diumumkan besok (hari ini),” tambah Wantini.
Terkait penambahan kuota, Wantini memberikan kebebasan kepada sekolah. Dengan mempertimbangkan kemampuan daya tampung kelas. Saat ini total daya tampung seluruh SMP negeri di Sleman sebanyak 7.409 kursi.
Dampak lain masalah tersebut, jadwal daftar ulang siswa juga diundur. Seharusnya pada Kamis (4/7) – Jumat (5/7). Ditunda Sabtu (6/7) dan Senin (8/7).
Kabid Pembinaan SMP Dwi Warni Yuliastuti menambahkan, permasalahan yang terjadi menjadi bahan evaluasi untuk PPDB tahun depan. “Kami butuh dukungan sistem yang lebih andal,” katanya.
Terpisah, anggota DPRD DIJ Huda Tri Yudiana menilai sistem zonasi dalam PPDB terlalu dipaksakan. Baik sistem maupun prosesnya. Menurutnya, implementasi aturan dari pusat itu memerlukan perubahan regulasi di daerah. Sementara kondisi tiap daerah berbeda. Akibatnya timbul keresahan di masyarakat.
“Seolah-olah pemerintah pusat membuang masalah saja di daerah,” kritik politikus PKS asal Bangunkerto, Turi, Sleman, itu.
Huda menyindir adanya teori dalam sistem zonasi PPDB yang dirumuskan dengan khayalan.
Ada kesalahan paradigma, di mana teori normatif langsung diaplikasikan di lapangan tanpa melihat realitas dan psikologis masyarakat.
Dampaknya, tak semua siswa berprestasi bisa terakomodasi dengan baik. Lantaran dalam sistem zonasi tidak ada lagi persaingan nilai. Sehingga menjadikan anak tidak terpacu untuk berprestasi.
“Jadi sistem ini justru tidak bisa mendorong siswa semangat belajar. Sekarang (siswa, Red) yang pintar jadi tidak ada gunanya,” sesalnya.
Huda meminta pemerintah segera melakukan evaluasi bersama. Agar sistem zonasi PPDB ke depan tak sampai menyebabkan penurunan kualitas pendidikan di daerah.
Berbeda pendapat, Kabid Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan, Disdikpora DIJ Didik Wardaya menyatakan, sistem zonasi merupakan bentuk keberkepihakan pemerintah terhadap masyarakat.
“Hanya, yang menjadi ‘PR’ bersama adalah bagaimana mempercepat peningkatan kualitas sekolah-sekolah yang masih rendah. Agar sesuai dengan sekolah-sekolah lainnya,” katanya. (har/cr15/yog/rg)