JOGJA – Pengucuran dana keistimewaan (danais) menuai sorotan. Tim Pemantau Otonomi Khusus DPR RI menganggap pengucuran danais belum mampu mengurangi kemiskinan. Angka kemiskinan dan ketimpangan masih tinggi. Bahkan, angka kemiskinan dan ketimpangan di DIJ masih di atas rata-rata nasional.
Pernyataan itu disampaikan Anggota Tim Pemantau Otonomi Khusus DPR RI My Esti Wijayati saat bertemu jajaran pejabat Pemprov DIJ di Gedung Pracimasono Senin (8/7).
”Sejak saya masih (menjadi anggota) dewan di sini (DPRD DIJ, Red) belum ada perubahan, ya. Ketimpangan selalu di atas rata-rata nasional,” kritik Esti.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) DIJ, kemiskinan di DIJ di angka 11,81 persen. Persentase ini mengalami penurunan 0,32 poin dibanding Maret 2018. Namun, dibanding angka kemiskinan nasional masih cukup njomplang. Di mana persentase penduduk miskin secara nasional di angka 9,66 persen pada September 2018.
Pun dengan angka ketimpangan. Mengutip data BPS, angka ketimpangan di DIJ berada di angka 0,422 poin per September 2018. Sedangkan angka ketimpangan nasional 0,384 poin.
Politikus PDI Perjuangan ini menganggap gelontoran danais yang mencapai ratusan miliar per tahun mampu mengurangi angka kemiskinan maupun ketimpangan secara signifikan. Apalagi, anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat untuk danais pada 2019 mencapai 1,2 triliun. Meski, penggunaan danais hanya untuk lima kewenangan. Di antaranya, kedudukan dan tugas wewenang gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIJ, kebudayaan, serta pertanahan dan tata ruang
Kendati begitu, Esti tak menampik bahwa tingkat kebahagiaan di DIJ di atas rata-rata nasional.
”Ini kan menunjukkan orang Jogja itu tidak perlu kaya untuk bahagia,” sindirnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon justru mengapresiasi pengelolaan danais. Itu merujuk tingginya serapan danais yang mencapai 96 persen. Kendati begitu, dia juga meninggalkan catatan perihal tingginya angka kemiskinan dan ketimpangan.
”Semoga ke depan pengelolaan bisa maksimal sehingga menyejahterakan masyarakat,” harapnya.
Guna pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan efektif, politikus Partai Gerindra ini berharap kebudayaan yang mendapatkan alokasi terbesar bisa meningkatkan kesejahteraan.
Fadli meyakini kebudayaan bisa menjadi sektor kreatif yang bisa menggerakkan peronomian masyarakat. Sebab, kebudayaan merupakan aset terbesar yang dimiliki DIJ.
”Semoga bisa menjadi pilot projet pembangunan budaya secara nasional dan dicontoh provinsi lain,” ucapnya.
Mendengar hal itu, Sekprov DIJ Gatot Saptadi menjelaskan, pengelolaan keistimewaan di DIJ berbeda dengan wilayah lain. Kewenangannya berada di tingkat provinsi.
Namun, kata Gatot, pemprov mulai tahun ini menyalurkan danais ke kabupaten/kota dengan format bantuan keuangan khusus (BKK). Saat ini ada dua kabupaten yang sudah menerima BKK. Yakni Gunung kidul dan Kulonprogo.
”Dua kabupaten itu sudah siap perencanaan dan pengeloaan. Sehingga, kami kirimkan danais masuk APBD,” katanya.
Dipaparkan, besaran danais yang diberikan untuk Gunungkidul mencapai Rp 150 miliar. Sedangkan untuk Kulonprogo Rp 70 miliar. Danais yang masuk ditujukan untuk kebudayaan, pertanahan dan tata ruang.
Dia menargetkan tiga kabupaten/kota yang lain bisa menerima BKK danais pada 2020.
”Kami ingin juga bisa menyentuh hingga desa. Perdanya tahun ini tengah disusun, semoga 2020 sudah bisa digunakan,” harapnya. (bhn/zam/rg)