JOGJA – Ditolaknya kasasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) oleh Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa eks bioskop Indra melahirkan babak baru. Paling utama adalah mangkraknya bangunan baru di atas lahan sengketa tersebut. Permasalahan lainnya adalah kesalahan administrasi penerima tali asih, bukan kepada pihak keluarga pemilik lahan.
Radar Jogja mendatangi kediaman keluarga pemilik lahan. Tepat berada di sisi selatan bangunan baru. Ditemui oleh Riyanti. Dia mengaku tahu adanya putusan tersebut meski belum secara resmi. “Informasi dari kakak saya (Sukrisno Wibowo, Red ). Kalau kasasi (Pemrpov DIJ) ditolak MA. Tapi untuk kelanjutannya belum tahu,’’ jelasnya, Kamis (18/7).
Akar permasalahan berawal saat Pemprov DIJ salah memberikan tali asih yang nilainya Rp 18 miliar. Alih-alih kepada pihak keluarga justru kepada penyewa lahan. Ditambah lagi pemerintah telah menerbitkan surat tanah secara sepihak. Padahal keluarga masih memegang dokumen tanah resmi.
Riyanti menuturkan penerima tali asih berjumlah enam orang. Seluruhnya menerima sesuai besaran lahan yang dihuni. Untuk pengelola bioskop Indra dibagi sesuai besaran pemegang saham.
Menurutnya, sekarang penerima tali asih sudah tidak di sini lagi. Dia juga sudah putus komunikasi. Menurutnya, ilang dalane kalau mau mengembalikan tali asih. “Tidak tahu pindah ke mana dan beli rumahnya di mana. Bahkan dua di antaranya sudah meninggal,” katanya.
Pemprov, lanjutnya, telah mengklaim tanah seluas 5.175 meter persegi dari luas total 7.425 meter persegi. Anehnya bidang tanah tersebut telah mengantongi sertifikat tanah yang diterbitkan BPN Kota Jogja. Padahal BPN Pusat menurut Riyanti masih mencatat kepemilikan resmi adalah keluarganya.
Sisa tanah tak terklaim mengitari eks bioskop Indra. Hanya saja untuk akses jalan sudah tertutup. Bahkan di sisi dalam terdapat dua kendaraan roda empat terparkir. Kendaraan milik keluarga ini tertahan karena akses jalan telah ditutup seng.
“Dulu ada pasca putusan PTUN ada plang yang meminta pembangun tidak dilanjut. Faktanya berbeda, bahkan plang itu dicopot. Keluarga tidak bisa masuk kalau lewat depan karena dijaga oleh preman. Harus ribut dulu dengan yang jaga,” kisahnya.
Atas sengketa Pemprov DIJ memanfaatkan celah Prk. 5. Padahal keluarga berpedoman dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1979. Menyatakan bahwa bidang tanah bukan peninggalan Belanda yang ditinggal pulang. Terlebih sosok pemilik hingga hak waris masih mendiami.
“Kakek atas nama E.D.N Hellent Muller itu juga sudah jadi WNI dan KTPnya Jakarta dan ini pemilik resminya. Dokumen ini yang menguatkan bukti selain surat tanah yang kami pegang. Ditambah kakek juga dimakamkan di sini dan tidak pulang ke Belanda,” jelasnya.
Perihal permintaan untuk mengembalikan uang tali asih bukan wewenang keluarganya. Ini karena yang mengeluarkan adalah pihak Pemprov DIJ. Terlebih penerima uang tali asih tersebut bukan pihak keluarga E.D.N Hellent Muller.
Ditanya apakah akan melakukan gugatan balik, Riyanti tidak sepenuhnya mengiyakan. Terlebih dia harus berkonsultasi dengan keluarga besar. Hanya saja dia memastikan terbukanya komunikasi jika pemerintah menghendaki.
“Harusnya yang mencari atau mengembalikan ya yang mengeluarkan tali asih. Bukan meminta kepada kami. Dari pihak keluarga hanya minta rembugan baik-baik. Diuwongke karena dari awal caranya sudah salah,” katanya.
Sekprov DIJ Gatot Saptadi menyatakan keputusan kasasi oleh MA sejauh ini belum mempengaruhi nasib pembangunan. Sebab, sepanjang sertifikat lahan yang dimiliki pemprov valid, secara hukum masih dikuasi pemprov.”Jadi pembangunan di eks bioskop jalan terus,” kata Gatot.
Menurut Gatot, Pemprov DIJ dalam persoalan tersebut menjadi tergugat ketiga. Gugatan tersebut, terkait proses penerbitan sertifikat yang dikeluarkan BPN Jogja. Sehingga, nasib pembangunan selanjutnya akan diserahkan kepada Kementerian Agraria Tata Ruang, selaku penerbit sertifikat.
Sedangkan pemprov, masih akan menunggu dan mencermati perkembangan yang terjadi. Pemprov tetap melakukan peninjauan kembali PK. “Tapi nanti keputusan apakah akan mencabut sertifikat ada di tangan pusat, ” jelasnya. (dwi/bhn/by)