Menembus kegelapam malam. Melintasi jalan. Di antara tebing. Di antara sungai. Mengantar isteri. Untuk satu keperluan. Wawancara. Preliminary research thesis. Bagi mahasiswa penyintas banjir. Setelah tanya beberapa kali. Sampailah pada dusun yang dituju. Sompok. Suatu dusun pelosok. Masih berada di kecamatan Imogiri, kabupaten Bantul.

Kami mengalami kesulitan menemukan tempat tinggal subjek. Tak ada jaringan internet. Sehingga kami tak bisa menghubungi yang bersangkutan. Nanya tetangga. Ternyata dirinya tak ada di rumah. Untung masih ada informasi yang tersedia. Subjek sedang berada di tempat teman. Kami bersyukur. Sekian lama mencari. Bisa bertemu dengan subjek.

Saat isteri melakukan wawancara dengan subjek. Saya ngobrol dengan dua kaum  muda yang  membikin ornamen dari jerami. Informasi yang saya peroleh dari mereka. Ornamen ini dibuat untuk keperluan menghias kampung yang sedang punya gawe merti dusun. Dalam beberapa tahun sekali. Sompok secara rutin mengupayakan event merti dusun hadir sebagai upacara adat. Sekaligus menghibur warga.

Merti dusun. Mampu menghibur warga. Karena potensi kesenian yang ada di dusun ditampilkan. Ada pawai budaya antar rukun tetangga. Ada gejog lesung. Ada jathilan. Dan malam puncak perayaan merti dusun.  Menghelat pagelaran wayang kulit.

Dengan adanya merti dusun menjadi ajang pembuktian. Berbagai kesenian tradisi masih dilestarikan sampai kini. Dusun Sompok memiliki keistimewaan.  Menjaga ciri khas atmosfer pedesaan Jogja di tengah gempuran pengaruh asing.

Meski menjaga kearifan lokal. Sompok tak ketinggalan jaman. Tetap mengikuti teknologi kekinian. Penandanya. Ketika saya mengeluh tentang ketiadaan jaringan internet di handpone. Salah satu remaja. Tuan rumah. Menawari saya wifi. Saya pun kaget. Kampung Sompok yang masih alami. Ternyata tersedia melimpah paket data internet. Mereka bergotong royong membeli paket data internet. Mereka bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa jaringan internet untuk dipasang di salah satu rumah. Dan penggunaannya rame-rame bersama tetangga tinggi kiri dan kanan.

Di era serba menggunakan teknologi komunikasi dan informasi. Mereka tak boleh menyerah dengan keadaan. Mereka rela merogoh kocek setiap bulan agar internet lancar. Mereka lakukan hal ini. Karena bagi mereka internet menjadi penting. Bukan hanya kebutuhan untuk berkomunikasi. Tetapi untuk kebutuhan bisnis. Salah satu remaja menunjukkan instagram bergambar barang kerajian. Tampilannya bagus. Melalui internet. Mereka menawarkan barang-barang kerajinan produksi lokal dusun tersebut.

Selain kebutuhan bisnis. Internet untuk kebutuhan pendidikan. Internet digunakan sebagai sarana mengajarkan tugas sekolah maupun kuliah. Sompok digali lebih dalam. Ternyata melek pendidikan. Sompok menyimpan energi positif yang bisa dialirkan ke dusun-dusun yang lain.

Rata-rata pekerjaan warga di Sompok menjajakan jasa penggilingan padi keliling. Ada sebagian yang bertani dan berternak. Namun mereka tak berhenti untuk mengusahakan agar generasi penerusnya maju. Hasil jerih payah bekerja. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bermewah-mewah. Orang tua menginvestasikan dalam dunia pendidikan. Anak mereka diupayakan sampai menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Seperti yang saya jumpai. Namanya mas Restu. Untuk kedua kalinya saya main ke Sompok. Menyaksikan pagelaran kesenian tradisi dalam rangka merti dusun. Di sela-sela pagelaran itu. Saya bertandang ke rumah mas Restu.

Rumahnya sederhana. Untuk memasuki kawasan rumahnya. Tak bisa naik kendaraan. Harus berjalan kaki. Menanjak. Rumahnya di tempat yang lumayan tinggi. Orang tuanya menjadi petani. Restu memiliki saudara 2. Dirinya dan adiknya kuliah. Sedang adik satunya masih balita.

Keluarganya menembus keterbatasan. Meski hidup sederhana. Keluarga ini berjuang agar anaknya bisa  menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi. Perjuangannya mulai berbuah. Saat ini Restu masih kuliah. Namun sudah bisa mendulang rezeki dari ilmunya yang dipelajari sekarang. Restu pintar membuat desain. Sehingga karya grafisnya dipakai diberbagai event dan perusahaan.

Bukan hanya itu saja. Restu memiliki kemampuan membikin jenis font baru. Karyanya diterima di manca negara. Dari anak muda Sompok ternyata mampu menembus dunia. Tentu bukan hanya Restu. Masih banyak anak muda lain di Sompok yang memiliki energi positif untuk berkembang. Meski tinggal di dusun.

Ini yang pantas untuk diapresiasi dari Sompok. Mereka memiliki motivasi tinggi untuk berkembang seiring dengan era milenial. Tetapi tetap mengakar pada tradisi kearifan lokal.