JOGJA – Pusat Studi Mineral & Energi UPN “Veteran” Yogyakarta menggelar diskusi publik dengan topik Perpanjangan Blok Migas: Antara Nasionalisasi atau Kepentingan Negara, Jumat (16/8). Narasumber yang dihadirkan, tenaga ahli SKK Migas Sulistya Hastuti Wahyu, pengamat ekonomi energi UGM Dr Fahmy Radhi, dan guru besar teknologi kelautan ITS/mantan anggota DEN 2009-2014 Prof Dr Mukhtasor.

Menurut Fahmy Radhi, pemerintah memberikan pengelolaan Blok Mahakam yang habis tahun 2015 secara langsung 100 persen kepada Pertamina. Namun sayang, justru produksi malah turun dibandingkan saat masih dikelola operator sebelumnya. Padahal cadangan yang ada di Blok Mahakam masih besar.

“Ada apakah dengan Pertamina? Karena ada fakta lain bahwa Blok Offshore North West Java setelah diserahkan ke Pertamina produksinya juga turun dan terakhir ada kecelakaan yang belum selesai ditangani,” ujar Fahmi.

Pemberian perpanjangan Blok Rokan yang menggunakan mekanisme tender dan lagi-lagi dimenangkan Pertamina karena komitmen investasi yang lebih besar dibandingkan Chevron, menunjukkan bahwa perpanjangan blok migas terminasi dengan cara nasionalisasi terpatahkan karena hal itu diperoleh melalui tender business to business.

Perpanjangan Blok Corridor yang saat ini banyak dibicarakan karena ada ketidakpuasan disebabkan Pertamina tidak diberikan 100 persen sebagai pengelolanya. Menanggapi hal itu, Sulistya mengatakan pemerintah tetap memperhatikan Pertamina sebagai NOC.

“Walaupun sahamnya bukan yang terbesar, pada konsorsium pengelola Blok Corridor, Pertamina memiliki peran dan pengaruh penting terkait kebijakan karena akan bertindak sebagai operator pada 2026 nanti,” kata Sulistya.

Pada diskusi ini, Mukhtasor juga menyoroti terus menurunnya kinerja Pertamina karena efisiensi yang rendah. Padahal di tahun 2016 Pertamina berhasil menghasilkan laba terbesar sepanjang sejarah hingga mengalahkan laba Petronas.

Melihat kondisi Pertamina saat ini yang masih terus bongkar pasang manajemen, kemudian kinerja yang menurun, dapat dibayangkan bagaimana nasib produksi migas nasional jika diserahkan semuanya kepada Pertamina.

Maka sudah benar apa yang dilakukan pemerintah, yaitu melakukan keseimbangan dalam pengelolaan industri migas nasional dengan senantiasa menempatkan kepentingan negara untuk kesejahteraan rakyat sebagai pondasi utama dengan tetap memperkuat kapasitas Pertamina. (obi/met/laz/er)