JOGJA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka pasca operasi tangkap tangan (OTT) di Solo. Dua di antaranya jaksa fungsional. Eka Safitra adalah jaksa di Kejaksaan Negeri Jogjakarta dan Satriawan Sulaksono di Kejaksaan Negeri Surakarta. Nama terakhir Gabriella Yuan Ana, Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri.
Penetapan ini berdasarkan penyidikan KPK atas lelang proyek di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Jogja. Detailnya adalah pengadaan rehabilitasi saluran air hujan kawasan Jalan Supomo. Nilai lelang pengerjaan proyek ini mencapai Rp 8,3 miliar.
Temuan berawal dari tersangka Eka Safitra yang mengarahkan pemenang lelang kepada tersangka Gabriella. Posisi jaksa fungsional ini sendiri menjabat anggota Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). Sehingga memiliki peran strategis untuk memenangkan lelang kepada tersangka Gabriella yang menggunakan bendera perusahaan PT Widoro Kandang.
Tersangka Satriawan Sulaksono memiliki peran sebagai perantara tersangka Gabriella kepada Eka Safitra. Selanjutnya untuk memuluskan proses lelang, Eka meminta Kabid Drainase dan Sumber Daya Air DPUPKP Jogja Aki Lukman menyusun dokumen persyaratan lelang. Di mana di dalamnya secara tersirat akan memenangkan PT Widoro Kandang.
Adanya dokumen lelang permintaan ini, membuat proses seleksi seakan berjalan normal. Hingga pada 29 Mei, PT Widoro Kandang dinyatakan sebagai pemenang lelang. Sebagai kompensasi atas kongkalikong ini, Gabriella menyiapkan fee lima persen dari besaran nilai proyek (Rp 415 juta).
Proses pemberian fee berlangsung secara bertahap. Diawali Rp 10 juta pada 16 April, Rp 100,87 juta pada 15 Juni, dan terakhir Rp 110,87 juta pada 19 Agustus. Pada penyerahan terakhir inilah KPK mencokok sang jaksa Eka di kediamannya, Solo. Sementara untuk sisa fee, rencanaya diserahkan minggu ke-4 Agustus.
Atas temuan ini KPK mengganjar tersangka penerima Eka dan Satriawan dengan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara untuk tersangka pemberi Gabriella dijerat dengan Pasal ayat (1) a atau b Pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimna telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, KPK bergerak cepat pasca operasi tangkap tangan (OTT) di Solo, Senin malam (19/8). Satu ruangan milik Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) dan sebuah laci di ruangan unit pengadaan lelang (UPL) lingkup Balai Kota Jogja, disegel.
Berdasarkan pantauan Radar Jogja, ruangan berada di lantai 3 gedung DPUKP Kota Jogja. Segel menempel di antara tembok dan pintu kaca. Sementara pada bagian atas tertulis Ruang Rapat Bidang Sumber Daya Air 1.
“Infonya seperti itu, tapi untuk fakta belum tahu. Memang ada yang disegel, satu ruangan dan sebuah laci. Dalam pengawasan KPK,” jelas Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti saat ditemui di Balai Kota Timoho, Selasa (20/8).
Haryadi belum bisa bercerita banyak. Dia mengaku belum mendapatkan detail penjelasan dari KPK. Hanya saja dia membenarkan ada sejumlah penjemputan. Terutama kepada aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di lingkup Pemkot Jogja.
Berdasarkan info yang beredar, lembaga anti-rasuah turut mengamankan Kabid Drainase dan Sumber Daya Air (SDA) DPUKP Kota Jogja Aki Lukman. Kaitan dengan oknum jaksa fungsional Kejari Kota Jogja adalah Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah ( TP4D).
Hadirnya TP4D sejatinya untuk menghindari potensi pelanggaran hukum. Termasuk potensi munculnya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam proses lelang dan pembangunan. Adanya kasus ini menjadi bukti bahwa peran TP4D belum efektif.
Saat dikonfirmasi, orang nomor satu Kota Jogja ini enggan berkomentar. Di satu sisi dia membenarkan adanya pemanggilan sejumlah ASN Pemkot Jogja. Hanya saja Haryadi menyanggah pemanggilan berstatus sebagai tersangka.
“Setahu saya ada dua orang rekan kerja (Pemkot Jogja) diminta klarifikasi. Terkait OTT proyek di wilayah hukum Kota Jogja. Kalau TP4D itu kerja sama pemkot dengan kejaksaan,” katanya.
Haryadi juga enggan menyebutkan proyek yang menjerat oknum Kejari Kota Jogja dan ASN-nya. Termasuk besaran proyek yang kini menjadi fokus pemeriksaan KPK. Dia tetap menunggu keterangan lengkap dari KPK. “Merupakan domain dari KPK, nilai tender bukan kapasitas kami. Tunggu saja keterangan dari KPK,” ujarnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DIJ Ninik Rahma membenarkan KPK mengamankan oknum jaksa fungsional Kejari Kota Jogja berinisial ES. Namun dia memastikan, ulah ES tidak terkait jabatannya saat ini. Kepergiannya ke Solo karena alasan personal.
“Memang benar pada Senin 19 Agustus, anggota Kejari Jogja sebagai jaksa fungsional. Diamankan dalam operasi tangkap tangan,” jelasnya saat ditemui di Kejati DIJ, Selasa.
Berdasarkan data kepegawaian, ES mengajukan izin tidak masuk sejak Senin pagi (19/8). Alasannya menjenguk anak yang sakit di Solo. Atas dasar ini, Ninik mengklaim tidak bisa mengawasi pergerakan dan aktivitas ES di Kota Bengawan itu.
“Hari Senin tidak berada di kantor, alasannya izin karena anknya sakit di Solo. Yang bersangkutan melakukan tindakan sifatnya pribadi, tidak ada institusi dan tidak diketahui pimpinan. Bukan dalam kapasitas kinerja di Kejari Jogja,” tegasnya.
Terkait jenis kasus, Ninik belum bisa menjelaskan. Begitu pula disinggung mengenai keberadaan ES dalam tim TP4D. Walau membenarkan, dia belum bisa menegaskan atas keterkaitan kasus.
“Iya memang ikut TP4D, tapi tentang kasus perkara ini tidak terkait di tim. Masih menunggu perkembangan dari pusat kasusnya seperti apa,” ungkap Ninik. (dwi/laz/by)