Alam sudah menyediakan apa yang dibutuhkan manusia, tinggal kreavitas manusia untuk mengubahnya menjadi bermanfaat dan bernilai. Warga Pedukuhan Bibis, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo melakukannya. Mereka mengubah daging kelapa menjadi keripik kelapa (coconut chips) bernilai ekonomi tinggi.
HENDRI UTOMO, Kulonprogo
Warga Bibis yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Manunggal Karya Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo seolah tak pernah diam. Mereka tidak hanya mengandalkan otot. Mereka juga berpikir bagaimana mengubah dan mengolah sumber daya alam (SDA) yang melimpah di daerahnya.
Di sekitar tempat tinggal mereka terdapat banyak pohon kelapa. Harga kelapa yang fluktuatif membuat mereka berinovasi. Saat harga kelapa mahal, mereka menjualnya per biji.
Sebaliknya, ketika harga kelapa anjlog, mereka memilih mengolahnya menjadi kudapan. Kudapan itu mereka beri nama produknya Crispa (Crispy Kelapa).
Ide kreatif itu mulai dipupuk sejak November 2018. Saat ini omzetnya sudah mencapai hingga Rp 1 juta per bulan.
KTH Manunggal Karya merupakan kelompok warga binaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jogjakarta. Pembinaan dilaksanakan dalam program pemberdayaan masyarakat daerah penyangga Suaka Margasatwa Sermo.
Ketua KTH Manunggal Karya Ari Widiyanto menjelaskan, tujuan awal pembuatan Crispa yakni untuk mengangkat nilai ekonomi kelapa yang harganya fluktiatif. Harga kelapa yang hanya Rp 500 per butir membuat warga tidak banyak mendapat untung. Sementara populasi pohon kelapa di wilayah tersebut cukup banyak.
“Kami akhirnya membutuskan untuk belajar mengolah daging kelapa menjadi krispi dari media sosial. Lahirlah brand Crispa setelah beberapa kali dilakukan uji coba produk. Sekarang sudah mampu memproduksi 12 kilogram daging kelapa menjadi 50 bungkus Crispa,” katanya, Kamis (22/8).
Proses pembuatan Crispa terbilang mudah. Langkah pertama, daging kelapa dirajang sedemikian rupa. Lantas, rajangan dimasukkan oven.
Untuk memberikan rasa, rajangan direndam dengan zat perasa makanan. Usai direndam, rajangan kemudian dikukus.
“Setelah dirajang dikukus 10 menit dan dioven 10 jam. Produknya renyah dan tahan hingga tiga bulan. Sehat dikonsumsi. Kami kemas menarik sebelum didistribusikan,” jelasnya.
Ada empat varian rasa Crispa produksi KTH Manunggal Karya. Yakni, original, manis gula, jahe, dan gula jawa.
Kemasan dengan berat 90 gram dijual seharga Rp 15 ribu. Kemasan isi 60 gram harganya Rp 9 ribu per bungkus.
Terkait pemasaran, Ari menuturkan, produk Crispa KTH Manunggal Karya sudah dijual di beberapa toko oleh-oleh, toko modern, dan penjualan online (daring). KTH Manunggal Karya juga bersiap menjual produknya di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta. Produk mereka sedang menjalani proses kurasi produk dan berbagai pembenahan.
“Kami akan terus berbenah. Termasuk alat produksi. Saat ini baru satu oven, besok rencana akan kami tambah. Kalau ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah. Musim mempengaruhi, kemarau dagingnya tipis, kalau penghujan tebal,” ucapnya.
Penyuluh Kehutanan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jogjakarta Siti Rohimah mengungkapkan, fokus pembentukan KTH adalah untuk mengidentifikasi potensi daerah serta meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Terutama masyarakat yang menjadi mitra dalam cakupan kawasan penyangga suaka marga satwa.
Kawasan Hargowilis memiliki potensi berupa kelapa. Jumlah pohonnya sangat banyak.
Siti menginginkan ada inovasi produk dalam mpengolahan kelapa. Sebab, selama ini dikenal sudah ada gula semut dan legen.
”Munculnya ide membuat keripik kelapa akhirnya kami respons. Memang masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dijawab. Pengembangan varian rasa dan kreasi produknya. Kami kerja sama dengan dinas terkait dari Pemkab Kulonprogo,” ungkapnya. (tom/fj)